Thursday, 30 October 2014

MAKSUD BENCANA

Dan, kutemukan aku, siang ini duduk di depan sebuah pohon besar. Banyak orang di sekitarnya. Larut dalam kemasing-masingan dunianya. Padahal duniaku dan mereka, satu.

Ada ibu yang berdua dengan anaknya.

Ada cinta yang bermanis berdua.

Ada beberapa berkumpulan dengan kawanannya.

Ada kesendirian yang bermadu dengan bacaannya.

Tidaklah kami bersama, tidaklah kami saling mengenal, lalu apa yang bisa menyatukan kami?

Adalah musuh bersama.

Maka.

Beri kami bencana.

SENDIRIAN

Sendirian, semudah kontemplasi di kegelapan yang terang

Sendirian, sesulit berdiri sepi di hiruk pikuk keramaian

Sendirian, semudah kata rindu lalu berkata ingin pulang

Sendirian, serumit cinta yang bertikai dalam peraduan

Sendirian, semudah bui menerima dosa di pengasingan

Sendirian, serumit rasa yang mesti peka untuk larut di penjiwaan

Sendirian, lalu sesederhana mereka yang sendiri teralu ingin berduaan

Sendirian, sesulit yang sendiri dalam kontemplasi, mestikah berduaan?
Sesulit yang sendiri dalam kontemplasi, siapkah berduaan?

Friday, 19 September 2014

GELISAH KOTA I

Pada aspal jalan yang berair di horison
Pada ilusinya yang menguap
Kita boleh bercermin
Aku lihat aku saja

Kulihat aku memotong
Kulihat aku meraung
Kulihat aku memacu waktu
Kulihat aku menggerutu mencaci
Kulihat aku mengumpat
Kulihat aku bermasam wajah
Kulihat aku meresahkan
Kulihat aku egois, hina
Kulihat aku menyela
Kulihat aku mencelakakan
Kulihat aku semena kelakuan setan saja
Kulihat aku melanggar
Kulihat aku menabrak
Kulihat orang lebih menabrak
Kulihat orang bersalah, dosa besar, dasar, sialan!
Kulihat manusia lain bejat tak kira hewan di jalanan

Kulihat dunia tak hitam, putih pun
Semesta adalah abu kelabu di atas aspal jalan itu
Etika dan adab diuapkan bersama kumpar polusi
Pembenaran kepentingan dikambing hitamkan
Tidakkah kita picik?

Kita sudah sungguh setaniawi
Kesurupan ego seperti karang
Melupakan tenggang rasa itu dari kejiwaan

Sudikah kita lalu bijaksana?
Bahkan pada remeh yang kita temehkan?
Bahkan hanya berlalu-lintas?

TAK HIDUP TANPA JIWA

Malam tak gelap tanpa gelap
Pagi tak terang tanpa cahaya
Sore tak jingga tanpa senja
Sakit tak sakit tanpa luka
Senang tak senang tanpa suka
Sedih tak sedih tanpa duka

Hidup tak hidup tanpa jiwa
Kata tak hidup tanpa jiwa
Cinta tak hidup tanpa jiwa
Karya tak hidup tanpa jiwa

Sandiwara tak menghidupkan apapun
Jiwa berikan kehidupan
Jiwa

Usah kita hidupkan satu yang mati
Usah kita hidupkan satu yang hidup, sungguh ia hidup

Usapkan jiwamu mengelus
Akan hidup satu darimu

Sunday, 27 July 2014

AKU DUA RAGA

Tahukah engkau
Bahwa sungguh aku ada dua

Pada setiap siang dan setiap malam
Ketika aku dan kau berjalan bersama

Pada setiap jalan dan setiap persimpangan
Ketika aku berjalan di sebelahmu
Ketika aku berjalan di belakangmu
Atau di depanmu

Engkau berjalan bersamaku,
Yang berusaha terlihat tetap tegak
Yang berusaha bersikap tenang
Yang bertingkah angkuh pada orang lain di sekitar kita

Semata kulakukan,
Agar kau aman dalam lingkaran proteksiku
Agar pejantan lain tahu bahwa engkau adalah aku
Agar kau tidak malu kalau-kalau aku bertingkah

Tahukah engkau
Bahwa sungguh aku ada dua

Aku punya dua raga,
Yang berjalan bersamamu penuh pencitraan
Yang secara kasat terjangkau panca indera
Yang terluka dan berdarah oleh tebasan
Yang terikat oleh ruang dan waktu
Yang terkubur tertutupi tanah merah

Ya, kita berjalan bertiga

Lalu, di manakah aku yang satunya?

Adalah aku,
Yang tak tersentuh oleh kulit
Yang tak terlihat oleh mata
Yang tak terasa oleh lidah
Yang tak tercium oleh hidung
Yang tak terdengar oleh telinga

Adalah aku,
Yang selalu tersenyum dan tertawa
Yang bertingkah berlebihan
Yang selalu menari-nari di sekelilingmu ketika berjalan
Yang mengobatimu dari kemurungan, kesedihan
Yang tidak pergi ke mana pun

Adalah aku,

Yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu
Yang tak hilang darimu, bahkan ketika aku tinggalkan dunia.





Selamat tersenyum :)
-Arif Adiansyah, Muhammad.

Wednesday, 23 July 2014

RUMAH

Kehidupan urban bergerak dengan cepat dalam satuan waktu, namun kemudian juga bergerak sangat lambat secara fisik di atas hamparan lalu-lintas oleh kendaraan yang mengisi relung-relung jalanan. Cih. Menambah panas dan pengap sebuah kota.

Aku berada di kepenatan itu, siang itu, hari itu. Di atas motorku yang ikut memenuhi kota. Mengotori pikiran dengan emosi jalanan, emosi yang semakin wajar menurut manusia zaman sekarang. Di sanalah aku, di kota kelahiranku, berpanas-panas, berpengap-pengap. Fuh.

Di tengah jalan, kuputuskan untuk mengambil rute yang berbeda. Aku akan memenuhi panggilan gaibku, menuju sebuah tanah masa kecilku, sebuah lingkungan tempat dulu aku dibesarkan. Menjadi salah satu dari tiga bocah ingusan nakal yang menguasai peradaban anak-anak. Menjadi role model pergaulan bocah-bocah lain yang lebih muda saat itu. Di sebagian belahan kawasan Buah Batu, yang dulu dinamai Komplek Geologi, yang orang-orang tuanya pernah bertemu dengan kawanan Belanda dulu.

Aku rindu tanah itu. Kubelokkan motorku menuju ke sana. Dengan kecepatan yang sangat lambat kulajukan motorku, membuka memori-memori lama yang sangat banyak. Tapi tidak semua bisa kuceritakan, maka sebagian saja, ya.

Berikut adalah masterplan dari Komplek Geologi, Buah Batu, Bandung :

Biarkan kubahas berdasarkan legenda atau keterangan yang tertera di dalam gambar.

1. RUMAHKU
Adalah rumah tempat dulu aku tinggal di daerah ini. Yang juga ternyata merupakan rumah kakek-nenekku waktu itu. Rumah dua lantai yang khas sekali penghuni di dalamnya, dulu pernah merasakan, katanya dijajah oleh Belanda. Di rumah berwarna putih ini, kadang aku berpura-pura sudah shalat ashar, agar bisa bermain keluar rumah.

2. RUMAH ECA
Reza. Eca adalah nama panggilannya. Dialah salah dua dari tiga orang bocah berandal di komplek kami, kawan mainku dulu. Sebenarnya itu bukan rumah Eca, itu rumah kakek-neneknya. Semua rumah di komplek itu adalah rumah milik kakek-nenek setiap anak yang ada di dalam rumah tersebut bila ada anak kecilnya.

Eca, satu tahun lebih muda dariku. Saat berkawan denganku, Eca sudah disunat, sama sepertiku. Eca, adalah kawanku yang mengajari aku cara pipis putus-putus, di selokan.

4. RUMAH LUTFI
Lutfi. Lutfi adalah nama panggilannya. Dialah salah tiga dari tiga orang bocah berandal yang bersalah dari komplek ini. Seperti penjelasan sebelumnya, Lutfi adalah anak kecil, maka berarti itu bukan rumah Lutfi. Itu adalah rumah kakek-neneknya Lutfi. Lutfi, satu tahun lebih muda dari Eca. Dan, ya, aku yang paling tua dari kami bertiga, paling kolot. Kau puas?

Aku dan Eca sangat mencintai rumah Lutfi. Karena di dalamnya ada Playstation 2 yang kami tidak punya. Kami cinta segalah hal tentang rumahnya, asalkan bisa bermain PS2. Kalau sedang dilarang, kami akan patungan ke rental PS, alhamdulillah.

Lutfi belum disunat. Dulu itu. Akhirnya dia disunat entah kapan, tapi dia jadi disunat karena sebuah kecelakaan saat kami bertiga bermain sepeda BMX penuh gaya dan skill, namun minim. Lutfi gagal meloncati sebuah selokan saat melakukan trik, dan 'anunya' jadi terbentur keras dengan stang sepeda. Aku tertawa. Eca tertawa. Lutfi menangis. Anunya ternyata berdarah! Aku diam. Eca diam. Lutfi menangis. Kami panik dan membawanya pulang pada neneknya. Neneknya marah pada Lutfi. Lutfi menangis. Aku diam. Eca diam. Neneknya melempar isu akan menyunat Lutfi. Lutfi menangis makin keras. Aku dan Eca pulang.

3. LAPANGAN SEGITIGA
Entah nama sebenarnya apa, tapi begitulah kami menyebutnya. Lapangan ini adalah kerajaan kami, istana kebahagiaan, lapak segala permainan kami. Main bola, segala macam ucing-ucingan, petak umpet, bebentengan, perang-perangan, sepeda-sepedaan, bergelantungan di pohon, membuat kaki-kaki kami terluka, tangan terluka, baju dan celana kotor, buang air kecil sembarangan, dan lain-lain. Lapangan itu milik kami, kami rajanya, kami menguasainya.

Di lapangan ini, kami bertiga pertama bertemu dan saling mengenal. Aku yang awalnya adalah anak pindahan dari Sumatera, bertemu dua kawanku itu, dan diterima sebagai kawan mereka setelah menang balap lari. Balap lari, permainan pertama kami.

Lapangan dengan rumput yang hijau. Lapangan dengan pohon yang besar dan teduh. Dan di sanalah, ketika kemarin aku melewatinya, sebuah pohon dengan batang-batang favorit kami masih berdiri. Mudah-mudahan dia melihatku, dan masih mengenaliku yang mampir sejenak siang itu.

5. MASJID AT-TAQWA
Masjid ini ternyata sudah lebih bagus. Masjid ini bukan tempat kami mengaji, dulu tidak ada pengajian anak kecil di masjid ini, entah sekarang mah. Di mesjid ini, kami berulah saat jumatan, saat tarawehan, tapi tentunya main aman, jangan sampai para orang tua tahu kami berulah.

Di belakang masjid ini terdapat sebuah gang kecil yang menghubungkan dua jalan di sampingnya. Dulu, ketika bermain petak umpet di lapangan segitiga, gang ini menjadi batas terjauh untuk bersembunyi, dan kami patuh pada aturan kami tersebut.

Suatu hari, ketika kami sedang bermain di sekitar masjid tersebut, ada orang gila yang melintas. Entah siapa yang memulai, aku lupa. Salah satu dari kami menghina-hina orang gila tersebut, dan yang lainnya mengikuti. Apa yang terjadi? Gila. Orang gila tersebut mengejar kami. Kami berari pontang-panting ke dalam gang kecil di belakang masjid, berbelok-belok, dan alakazam! Untung kami masih berhasil lolos, dasar bocah-bocah dungu dan gila. Sebut saja gang itu, Jalur Gaza.

6. APA YA?
Nomor 6 ini, adalah sebuah jalan dengan aspal paling halus dibanding dengan jalan-jalan lainnya di komplek kami. Sebuah pilihan yang sangat baik dulu bagi kami untuk bermain sepatu roda, otopet, sepeda, jatuh main sepatu roda, jatuh main otopet, dan jatuh dari sepeda.

TANDA PANAH HITAM
Adalah sebuah arah petunjuk, bahwa ketika kami bermain ke arah sana, maka berarti kami sedang nakal-nakalnya, artinya kami akan berbuat dosa, bermaksiat, durhaka terhadap orang tua kami.

Ke arah sanalah kami menggelapkan uang jajan orang tua untuk bermain di rental PS.
Ke arah sanalah kami bermain sepeda teralu jauh, melanggar larangan orang tua.
Ke arah sanalah kami bertemu dengan seorang anak kecil lainnya yang selalu mengajak berantem, namanya Abay. Abay, mun maneh wani keneh, kadieu gelut jeung urang!
Dan.
Di daerah sekitar sanalah kami pernah merasakan kualat, akibat melanggar larangan dari orang tua. Contohnya aku, ketika jatuh dari sepeda hingga tulang tanganku bergeser karena bermain teralu jauh sampai ke kecamatan lain, aku takut lagi, aku kapok.




Demikianlah sedikit kisahnya.
Maka, sejauh apapun kita beranjak pergi menjauh. Selama apapun kita tumbuh-kembang dan beranjak dewasa. Sebagaimanapun peradaban urban menggulung kita dengan polusi emosi, dengan globalisasi, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Sebagaimanapun waktu bersekutu dengan pergeseran peradaban dan budaya yang berusaha menghapus kita.

Kita bisa saja memiliki banyak rumah di sana dan di sini, terserah. Rumah tetap, rumah singgah, atau malah yang lebih hina rumah investasi, mungkin. Hanya satu yang bisa kujelaskan sebagai definisi rumah.

Rumah bisa lebih dari satu. Asalkan memiliki sebuah definisi, ketika.



RUMAH. Adalah sebuah tempat, di mana hati kembali berlabuh.







-Arif Adiansyah, Muhammad.

Thursday, 10 July 2014

GORDON & MANUSIA

            Sudah lama, aku tidak menulis sesuatu yang sifatnya bercerita. Teknisnya, bukan yang tertulis dalam bentuk bait-bait, namun dalam bentuk paragraf-paragraf.       
           

            Sudah lama, setelah sekian lama. Dalam kegelapan malam yang panjang, ada terang yang kembali kutemukan di dalam sini, di kepalaku. Membawa pikiran berlari-lari ke sana kemari, berpikir segala rupa secara acak terlontar-lontar. Sehingga di sinilah aku, bertemu tombol-tombol keyboard, mencoba menuangkan pikiranku yang liar berlari, ke dalam sebuah tulisan yang entah akan membahas tentang apa nantinya.        

           Tidak mengapa, mari kita mulai saja. Semoga jari-jemari berlari baik mengurai pikiran yang lingas menari di atas panggung malam.        

          Malam ini adalah malam yang panjang. Sebagian besarnya kuhabiskan bersama seorang guru yang kemudian kusebut ia Gordon, yang kemudian beliau memanggilku Power Ranger Merah. Ia sudah tua, aku juga, tapi dia lebih tua dari aku, aku lebih muda dari dia, tapi kami sama-sama sudah tua, kata orang. Aku dan Gordon menghabiskan waktu di depan sebuah minimarket, berbicara banyak hal tentang ilmu divisi cinta. Mulai dari cinta terlarang sampai cerita cinta sejati. Banyak sekali hal-hal yang diturunkan oleh Gordon padaku. Banyak orang berpandangan bahwa Gordon adalah orang yang relatif lebih banyak hal-hal negatif melekat pada dirinya, aku pun merasa dia memang banyak negatifnya, kacau.
          

            Sebuah, atau setitik atom. Apalah arti setitik atom, tak terlihat oleh mata pun, tak disadari ada pun. Atom, terdiri dari dua jenis unsure yang berlawanan, sedikitnya, yaitu ion negatif dan ion positif. Apalah arti setitik atom. Awalnya dipandang manusia sebelah mata, bahkan beberapa tutup mata. Hingga suatu masa, tahulah kita bahwa atom bisa menghancurkan sebuah pulau barangkali. Setitik atom yang terdiri dari sedikitnya ion positif dan ion negatif, tak terlihat mata telanjang, mampu membunuh sakaba-kaba, demikian.
          

             Gordon. Mereka banyak mengenang negatif seorang Gordon. Gordon adalah atom. Gordon punya sisi positif yang cukup untuk kemudian dirinya dibangun dari negatif dan positif tersebut, yang kemudian bisa meledakkan pikiran seseorang, tentunya dalam tanda kutip. Gordon adalah guru kebijaksanaan bagi kami para Power Rangers yang tidak membela kebenaran banget, malah justru ikut melestarikan kejahatan. Astaghfirullah, tobat rangers.
          

             Gordong, maaf, maksud saya, Gordon, adalah Sang Pencerah bagi kami, nasihat jalan kehidupan. Ia menjalani sejumlah kenegatifan sehingga menemukan kepositifan dalam kehidupan, yang kemudian menurunkan sebagian ilmunya kepada kami, baik yang buruk dan yang baik. Ia berikan kami kebebasan untuk memilih jalan mana yang akan kami tempuh. Gordon memang kampret, menjejali kami hal-hal negatif. Tapi kami, para rangers tidak pernah terjerumus dalam kenegatifan. Setia doktrin-doktrin buruk yang ia jejalkan pada kami selalu ia akhiri dengan quotes (baca: kuwo-tess) tentang bagaimana cara kami mengakhiri doktrin-doktrin tersebut dengan langkah positif yang ternyata jauh lebih bijaksana. Gordon selalu membuka pikiran kami, membawa kami pada beberapa alternative sudut pandang dalam melihat suatu hal dan mencari celah yang cerah. Gordon hebat, tapi kampret.
          

             Malam ini Gordon berkata kepadaku tentang suatu hal yang, ah, sangat tidak baik. Ia memberitahu aku tentang bagaimana menjadi seorang lelaki playboy, buaya sejati. Beliau berkata, “Kalau mau jadi buaya harus totalitas, pacari semua wanita!”
          

              Astaghfirullah.
          

             Lalu ia melanjutkan, “Jika kau mau kuberitahu bagaimana menjadi buaya, syaratnya cuma satu : Kau boleh pacari 8 wanita sekaligus, tapi jangan berani-berani kau jatuh cinta pada salah satunya, karena ketika kau mencintai salah satunya kau akan gagal, karena haram hukumnya menyakiti wanita yang kau cintai”
          

             Atom. Atom. Atom.
         

             Kalau kau tak mengerti bagian mana yang bagus dari Gordon, tidak mengapa, manusia berbeda-beda toh.
          

              Manusia.
          

              Kita manusia berbeda-beda, memang. Tapi indah bila kita berbeda-beda namun tetap satu jua.
          

             Aku sebenarnya hanya mengarang-ngarang saja, kalau kalian mau setuju boleh, tidak pun tak mengapa.
          

             Mengapa manusia, biar berbeda mesti satu jua?
          

            Manusia yang dangkal hidup berdasarkan suatu filosofi akronim, yaitu :

               · MANUSIA  : Makan. Minum. Sia-sia
               · MANUSIA  : Makan. Minum. Aing-aing, sia-sia.                                                                            
· MANUSIA  : Maunya Urusan Sendiri Saja.

            Sebenarnya aku sangat ingin menuliskan banyak hal yang terpikir oleh pikiran yang terlontar-lontar. Namun Belanda vs Argentina sudah mulai bertanding. Lalu apakah Manusia?
          

             Mungkin…
       


         

              MANUSIA : Manusia. Silih asih, silih asah, silih asuh.


Sunday, 6 July 2014

BATU KEGELAPAN

Aku melihat terang yang dijanjikan
Aku melihat terang dalam kegelapan
Aku melihat terang yang tersembunyikan

Aku memendam batu karang yang kuganjalkan.

Aku melihat persekutuan manusia dalam kegelapan.

Friday, 23 May 2014

POHON DAN MANUSIA

Aku adalah sebuah pohon
Ayah, Ibu, Adik, dan keluargakulah akarnya
Sahabat-sahabta terbaikku adalah batangku yang amat kuat
Kawan-kawanku menjadi ranting yang meluas
Setiap helai daunku adalah mereka yang ada dalam kisahku

Engkau dan kalian adalah manusia
Ciptaan yang dikisahkan sebagai makhluk sempurna
Dikasihi dengan kemuliaan akal dan pikiran
Disayangi Sang Hyang Tuhan semesta dengan fungsi nurani

Engkau dan kalian adalah manusia
Yang difitrahkan hidup dalam dimensi sosial
Dicintai keluarga disayang kekasih hati
Disanjung sahabat dibela sampai mati masyarakat

Lalu kau bunuh ayah, ibu, adik, dan keluargaku
Lalu kau bunuh sahabat-sahabatku perlahan
Lalu kau bunuh kawan-kawanku seluruhnya
Kau musnahkan dan kau renggut semuanya dari aku

Aku adalah diam dan bisu, lalu mati.
Aku pasti mati.

Haruskah akarku tercabuti
Haruskah batangku habis di penebangan
Haruskah ranting-ranting patah tercecer
Haruskah daun-daunku jatuh berguguran

Haruskah aku kehilangan segalanya dengan kematianku?
Di tangan kalian.

Saturday, 3 May 2014

MANUSIA AKU

Di atas sana
Awan bergerak perlahan
Menutupi bumi dengan kegelapan
Menggelapkan bumi dengan air yang menggumpal

Di bawah sana
Bumi berpangku tangan
Memangku beban-beban manusia
Manusia yang memangku beban permasalahan

Di tengah sini
Manusia kelaparan dan terdiam
Terdiam tanpa alasan
Alasan kemalasan yang menunda hidup

Di tengah sini
Manusia bergelut dengan kondisi
Kondisi diri yang bahagia
Kondisi diri yang bersedih hati

Di tengah sini
Manusia menahan segala rasa
Yang tertahan karena tak terungkap
Yang tertahan karena masih tertahan

Di tengah sini
Manusia berdiam
Di bawah awan yang berada di atas
Menggelapkan dunia

Di tengah sini
Manusia berdiam
Di atas bumi yang menopang beban
Menopang manusia yang menopang beban

Di tengah sini
Manusia tertawa
Manusia tersenyum
Manusia menangis
Manusia meratap
Manusia berperang
Manusia bercinta
Manusia berjuang
Manusia bekerja
Manusia berbaring
Manusia bersandar
Manusia berlari
Manusia bercanda
Manusia melukis
Manusia menulis
Manusia menjual
Manusia membeli
Manusia bercinta
Manusia bercinta
Manusia bercinta
Manusia memadu kasih
Manusia bertaruh nasib dan takdirnya

Di tengah sini
Itu aku.

Tuesday, 15 April 2014

KECEWA PADAKU

Apa yang dipercayai manusia
Dari pengkhianatan
Dari kebohongan
Dari pengingkaran janji lisan

Apa yang dipercayai manusia
Dari kemalasan
Dari keengganan
Dari tubuh yang gagap bergerak positif

Aku adalah,
Segala pengkhianatan
Segala kebohongan
Segala pengingkaran janji-janji lisan
Segala kemalasan
Segala keengganan
Segala kegagapan tubuh untuk usaha positif
Tidak bisa dipercaya manusia

Lalu di manakah kemanusiaan bisa kutemukan
Yang dikatakan oleh seorang filsuf Siliwangi
?

Sunday, 30 March 2014

SEPOTONG KISAH YANG BERTANYA

Aku berkisah tentang dua manusia
Yang setiap hari berpancakaki
Lebih banyaknya bercengkrama tanpa suara
Yang larut dalam asmara, kemudian bertanya tentang cinta

Maka sang gadis bertanya pada sang pria
Tentang orisinalitas cinta dalam dunia
Di bawah hujan malam yang dingin
Digelak canda tawa hingga keduanya terlupa

Maka beginilah, sepenggal,
Tentang orisinalitas cinta yang kau tanyakan :

Cinta adalah omong kosong.

Aku cinta padamu, omong kosong
Kamu cinta padaku, omong kosong
Dia cinta padamu, omong kosong
Anak sekolahan jatuh cinta, omong kosong

Berpacaran, omong kosong
Bertunangan, omong kosong
Pernikahan, omong kosong
Perceraianlah yang nyata

Lalu di mana realita cinta?
Adalah penuh makna tabu dan naif

Orisinalitas cinta
Adalah cinta yang berjalan bersama waktu
Kemurnian cinta terbukti saat cinta bersemi,
Ketika maut memisahkanku darimu
Atau maut memisahkanmu dariku

Di sanalah, titik orisinalitas cinta.
Cinta kemudian
Adalah asmara yang bersemi
Di bibir pemakaman.
________________________

Maka, wahai, gadis penerang malam
Bukanlah janji atau kata semanis madu,
Yang kau butuhkan untuk sebuah orisinalitas cinta
Kau hanya butuh satu hal, dan aku yakin kau punya satu hal ini.

Yang dibutuhkan ialah :
Sedikit KEBERANIAN
Yang dipupuk secara simultan
Yang berjalan bersama waktu
Yang berhias kasih dan sayang
Yang berlukis manisnya senyuman
Yang berbayang ketidakpastian
Yang bertudung pahit dan perih
Yang dihidangkan penuh duri
Yang dijalani berlinang air mata

Yang diakhiri
Oleh maut, yang memisahkanku darimu
Oleh maut, yang memisahkanmu dariku
Dan di titik itulah aku dan kau temukan
Sebuah cinta yang tak habis akan bersemi.



Keberanian, beranilah. -

Saturday, 8 March 2014

PERASAAN BANDUNG

Pada awan malam yang membawa hujan ke bumi
Pada hujan yang membawa air ke tanah
Pada air yang membiaskan spektrum cahaya ke dalam mata
Kepada Bandung yang membawa cinta ke dalam rasa

Pada masing mata kami yang bertemu beradu pandang
Pada ujung bibir yang tersenyum ditarik gelak tawa
Pada cerita yang disibakkan oleh renda keterbukaan
Oleh Bandung, yang selalu melibatkan perasaan

Tuhan ciptakan Bandung sembari tersenyum
Menyisipkan energi positif di setiap jengkal mukanya
Menuliskan kenangan
Yang kemudian ditulis dalam permata senyum sebelum tertidur

Aku mengantuk setengah mati
Berpeluk rasa yang ditanam Bumi Siliwangi
Berselimut bahagia yang tersirat di matamu, Rembulan pagi
Beralas cinta yang membentang sabuk orion semesta

Bandung, kota yang dicipta Tuhan dari karsa senyuman
Terlepas kajian geografis, jauh libatkan perasaan
Perasaanmu, wahai Bandung yang menyiram dengan hujan
Perasaanku, yang dihujani sukacita, disiram cahaya Rembulan.

Tuesday, 4 March 2014

MENJAGA GRAVITASI

Malam adalah rumahku bermenung
Menemaniku duduk berpangku
Melepaskan pikiran pada kerajaan yang lepas
Mengucap kata tanpa suara bersama asap mengepul

Semesta berputar dalam sebuah irama
Dengan pretensi ragam ikatan yang terjaga
Perletakan tata surya
Pada gravitasi Bumi yang bergerak menjaga Rembulan

Gravitasi adalah satuan gaya yang menarik
Kemudian menjaga koneksi pada semesta
Sebuah ikatan yang terjaga
Sebuah ikatan yang dihormati tata surya

Apakah ia yang menjagaku denganmu
Ikatan apa yang ada dalam perantara
Tanpa definisi gaya yang saling bekerja
Kemudian memberikan arti perlindungan

Pada sebuah ikatan yang ada aku menghormat
Atas sebuah gaya yang bekerja aku akan berjaga
Agar semesta tidak pecah lepas dari ikatannya
Agar Bumi dan Rembulan tidak terpisah dalam dunia

Bersama gravitasi aku bercinta dalam air mata
Kepada gravitasi aku menghormat dan menjaga.

Monday, 17 February 2014

TANGAN UNTUKMU

Dalam serambi bernaung malam
Aku menjamu menguntai kata
Berkata hati pada jemari yang bergerak
Merapal kata yang dipecah tombol-tombol

Apa yang salah tentang cinta
Bumi dan bulan bersama tanpa berucap
Apa yang salah tentang cinta
Yang tak terucap dalam perjumpaan

Bernaunglah di bawahku
Dari langit yang runtuh tiangnya
Dari panas yg membakar punggungku
Berlindunglah di belakangku
Dari angin yang hempaskan gunung
Berdiamlah dalam lingkarku
Dari dingin yang mencabik tulang

Kasih dan sayangku
Bagimu penunjuk jalan Tuhanku
Kaki dan tanganku
Bagimu saat sulit kau bangkit menopang

Sungguh penghormatanku padamu
Adalah satu-satunya norma

Apa yang salah tentang cinta
Sementara dibatasi norma penghormatan
Apa yang salah tentang cinta
Soal mengakhiri hidup bersama seorang wanita

Ini tanganku
Genggamlah kapan kau bisa
Aku tak akan melepasnya.

Wednesday, 12 February 2014

PETANI DI BAWAH TERANG REMBULAN

Apa yang kau tanam, adalah apa yang kau panen.

Dulu
Aku adalah petani yang buruk
Dengan bermodal hasrat
Dorongan kepemilikan hasil panen
Pada sebuah masa tua yang terasa belia

Apa yang bisa kutanam
Kubenamkan dalam tanah bebas
Tidaklah kurawat serta kujaga
Aku bertani asal ada hasil

Maka di sanalah aku
Terpuruk oleh hasil yang kotor

Kemudian
Akulah petani yang takut bertani
Digulung oleh hama penyesalan
Digerogoti gulma citra petani yang merusak
Petani yang menyakiti ladangnya dan berlalu pergi

Akulah petani yang takut bertani
Aku takut menyakiti bumi atas ladang taniku
Maka aku hanya bisa menjaga bumi dengan bodoh
Aku akan bertani jika aku benar siap sungguh bertani

Sekarang
Kulewati masa panjang menyepi kaca diri
Aku adalah petani yang siap bertani
Merawat pekerjaanku dengan keputusan
Sebuah komitmen dalam satuan waktu yang panjang

Memetik cinta, itulah aku bicara
Perihal umum yang tidak mudah

Dalam ikatan gravitasi
Bulan Sabit adalah kau yang mengakhiri ketakutanku
Bulan Sabit adalah keputusanku usai kaca diri

Maka akulah petani yang bertani untukmu seorang
Lalu aku menjadi tanah yang merawat benih-benih
Lalu aku menjadi luasan ladang yang menutupi bumi
Lalu aku menjadi bumi yang akan memanen tanganmu

Bumi yang meggandeng dan menjaga Rembulan
Tak lepas bersama hingga akhir zaman

Sebuah cerita Bumi dan Rembulan
Seorang petani di bawah terang Bulan Sabit.

Tuesday, 28 January 2014

DIMENSIPASI

Ada sebuah dimensi yang berhenti
Digambarkan oleh jemari yang kasar mukanya
Debur yang mendobrak amat kuat sebelumnya
Dipecahkan keraguan  memecah lambungnya

Ada Rembulan berpangku di balik awan
Jauh di dasar, pungguk mengangkat dagu pada angkasa
Memadu ragu beralas niat menjemput harapan
Memainkan remah cemas gandum pujaan

Apa yang hangat disebut cinta selalu
Bermakna mendung oleh selimut yang takut
Pernyataan pembenaran, kebenaran milik Tuhan
Digoyang oleh ragu tentang pelanggaran norma

Adakah aku salah berpijak, mengejar tanah harapan
Lancang pada harta angkasa bermata terang
Padu madunya bersama benda angkasa
Pungguk yang merangsek jibaku lapis atmosfer

Ada sebuah dimensi yang masih beku
Inginku ke tanah harapan
Menjadi sebuah Bumi
Bergandeng Rembulan terpisah akhir zaman

Adakah sebuah dimensi sudi melihat,

Wednesday, 1 January 2014

SAJAK PENDAKIAN

Ladang, ladang, ladang
Lalu bukit angin menghempas kami
Dengan langkah kaki memijak

Akar-akar itu meranting bersilangan
Menaungi melorong sepanjang kami
Tanah basah melicinkan kaki-kaki

Jalur air megikis tanah sedalamnya
Membuka jalan bagi mata yang memandang
Mempertemukan kaki pada dada yang berat

Tanah teralu gembur dan licin
Jumpai batas satuan vertikal
Bertemu batas titik nadir fisik

Ruang terang menjawab asa penuh harap
Dengan duri melukai raga lalu rapuh
Sebuah ruang butuh kawanan kami

Maka inilah bukti nyata Tuhan

Maka inilah kami manusia yang tersenyum
Dengan tubuh remuk yang melepaskan leganya

Oleh puncak Gunung Burangrang








- Gn. Burangrang, 31/11/2013 - 01/01/2014