IKUT PERASAAN: BAGIAN DUA
Nah. Waktu itu masih siang suasananya. Matahari masih bertugas, Bulan belum, setidaknya begitu menurut seorang anak manusia kepada kawannya suatu hari dulu. Kelinci-kelinci yang tujuh puluh ekor juga masih berada di Tibet, terlihat wajar di sebuah padang karena hanya melompat-lompat, atau berlari-lari, atau sedang makan, atau sedang diintai oleh seekor elang yang sudah sekitar lima menit berputar-putar di dekat lereng pegunungan. Ayah Rusa sedang gagah, karena kepalanya tegak, melihat keadaan sekitar. Memantau dua ekor anaknya yang berlari-lari kecil di sekitar, sementara Ibu Rusa masih asyik mengunyah rumput kesukaannya. Lalu ikut menunduk, ikut makan rumput, mungkin jadi ingin makan rumput juga melihat istrinya yang seolah nikmat betul menikmati rumput. Binatang-binatang lain juga seperti kodratnya, menjalani kehidupan secara wajar sebagai makhluk Tuhan yang diklasifikasikan sebagai hewan.
Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya Pinus terlihat sangat malas dengan hanya bergoyang-goyang atau terdoyong-doyong oleh angin yang berhembus kuat ke batangnya, daun-daunnya juga bergetar. Mereka tidak malas, sungguh, karena memang begitu perilaku mereka kalau sudah tinggi, betul bukan? Pohon-pohon Karet juga terlihat wajar. Berbaris ramai-ramai berjarak sampai disebut oleh manusia bahwa mereka itu adalah hutan karet. Tidak tampak jelas juga mana pohon karet yang lebih tua atau yang lebih muda, seolah tidak ada itu yang namanya kesenjangan sosial antargenerasi, mengarang saja, karena toh semua sama, disayati tubuhnya oleh manusia supaya getahnya dapat diambil sebanyak-banyaknya. Yang sama juga bergoyang-goyang bagian atasnya ketika dilewati angin. Begitu juga pohon Ek, semua tampak wajar di dunia yang biasa-biasa saja.
Betul. Begitu juga dengan planet-planet yang punya tugas di tata surya kita. Yang jika disebutkan secara berurutan adalah Pluto, Neptunus, Uranus, Saturnus, Jupiter, Mars, Bumi, Venus, dan terakhir Merkurius. Begitu urutannya jika aku ingin menyebutkan mereka dari yang paling jauh dari Matahari. Masing-masing mereka masih bersikap wajar dengan tetap berjalan pada sumbunya yang secara umum disepakati mengitari Matahari dengan kecepatannya masing-masing.
Sampai beberapa saat, siang itu, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang terdengar oleh mereka itu seluruhnya yang sekonyong-konyong begitu saja berkata:
“Halo semuanya. Pemberitahuan, bahwasanya nanti malam, di bukit, Perasaan akan lahir ke dunia. Saya ulangi, bahwasanya nanti malam, yaitu , Perasaan akan lahir ke dunia. Semuanya dibebaskan untuk hadir atau tidak hadir di kelahiran Perasaan. Sekian dan terimakasih.”
Demikian suara tersebut kira-kira terdengar oleh seluruh hewan-hewan di dunia, oleh seuruh tumbuh-tumbuhan di dunia, oleh seluruh angkasa raya yang merdeka. Sehingga mereka seluruhnya tiba-tiba terdiam dari seluruh aktivitas yang sedang mereka lakukan. Ayah Rusa dan keluarganya berhenti mengunyah. Harimau yang tidur siang berhenti dari tidur sehingga terbangun. Kelinci-kelinci dari Tibet tiba-tiba membeku, tapi bukan karena kedinginan. Ayam-ayam kampung, ayam-ayam negeri, ayam-ayam luar negeri, semua ayam itu terdiam. Pohon-pohon pinus, pohon-pohon karet, pohon-pohon ek, pohon-pohon beringin, pohon-pohon toge dan lainnya, semua berhenti bergoyang, seolah mereka memang kuat untuk tidak bergoyang ketika terkena angin yang berhembus. Matahari, Bulan, dan planet-planet lainnya juga ikut terdiam, berhenti dari aktivitasnya yang sangat wajar seperti hari-hari biasa di dunia yang biasa. Lalu secara bersamaan semuanya bergumam:
“Itu suara Malam.”
Pertanyaan-pertanyaan kemudian muncul begitu saja. Tentang apa itu Perasaan. Tentang siapa itu Perasaan. Tentang bagaimana wujud Perasaan. Tentang apa yang dibawa oleh Perasaan. Tentang apa yang akan dilakukan Perasaan. Tentang perilaku Perasaan, apakah ia suka berbicara, apakah ia suka berlarian, apakah ia suka makan rumput, apakah ia suka mandi cahaya, apakah ia suka berguling-guling. Tentang macam-macam. Karena Perasaan semacam sesuatu yang tidak pernah mereka tahu di dunia. Karena Perasaan semacam sesuatu yang baru di sepanjang kehidupan yang sebelumnya sudah mereka jalani. Sehingga mereka merasa perlu untuk hadir . Sehingga mereka merasa perlu untuk tahu secara langsung tentang Perasaan. Sehingga mereka merasa perlu untuk sibuk bersiap-siap seolah menyambut lahirnya Perasaan malam ini. Sehingga mereka merasa perlu untuk jauh-jauh melakukan perjalanan menuju Malam yang bertanggungjawab atas informasi yang sekonyong-konyong disebarkannya di siang hari yang bolong, tapi tentu tidak berlubang.
Setelah momen diam sejenak berjamaah itu dilaksanakan secara serentak, mereka seluruhnya jadi tiba-tiba saja seolah sibuk ini-itu, masing-masing. Sibuk menjadi tidak wajar karena ingin hadir menuju bukit malam ini untuk menyaksikan langsung kelahiran Perasaan yang diumumkan oleh Malam. Sibuk menjadi tidak wajar karena sebagian tiba-tiba pergi membeli kacamata hitam atau baju-baju hangat. Sibuk menjadi tidak wajar karena sebagiannya pergi mengelilingi hutan, mencari bunga-bunga yang menarik perhatian mereka, untuk dipetik dan dibawa hadir nanti malam. Sibuk menjadi tidak wajar karena sebagian lain dengan tergesa-gesa pulang ke rumahnya untuk menyiapkan dirinya masing-masing. Dan seluruhnya sibuk menjadi tidak wajar karena solah-olah meninggalkan apa yang biasanya mereka kerjakan sehari-hari. Seolah mereka mengingkari peran dan tanggungjawab yang sejak dulu tersemat di namanya masing-masing.
Sejak perilaku-perilaku yang tidak wajar tersebut, kehidupan tak lagi terasa sama, aktivitas yang ada jauh di luar batas kewajaran, jauh di luar batas nalar pemikiran, dan jauh mejadi sebuah fenomena absurd yang sama sekali tidak masuk akal. Itulah yang dikatakan oleh hewan-hewan dan tumbuhan laut ketika mereka tidak bisa hadir, yaitu susah bernafas, dan tidak masuk akal. Sehingga meskipun mereka sedikitnya merasa tertarik akan berita kelahiran Perasaan, namun tidak bisa ikut hadir, mereka hanya saling berucap saja dengan sesamanya agar semoga suatu saat Perasaan sudi untuk mampir atau main ke lautan. Maka kehidupan di laut tidak mengalami suatu gejala-gejala yang tidak wajar seperti kehidupan di darat, udara, dan angkasa raya.
Siang dengan segera digulung waktu yang terus-terusan bergulir, disuruh berhenti tetap saja bergulir. Membuat dunia memasuki suasana sore. Nantinya, sore menuju petang. Nantinya, petang menuju malam. Menuju saat-saat kelahiran Perasaaan yang telah dijanjikan oleh Malam siang tadi. Para calon-calon hadirin terlihat mulai bergerak perlahan-lahan menuju Malam yang berjanji. Berduyun-duyun bersama kelompoknnya masing-masing melintasi jarak yang jauh dan yang dekat. Dan jika kau perhatikan dengan seksama, alamak, betapa konyolnya mereka terlihat. Seperti misalnya yang datang dari arah utara, tujuh puluh kelinci dari Tibet itu semuanya ramai-ramai melompat-lompat sepanjang perjalanan menuju bukit, menggunakan jaket-jaket dan penghangat-penghangat telinga bermacam warna. Melewati hutan, padang pasir, padang rumput, Padang Panjang, warna-warni begitu lucu dan tak wajar. Dari arah lain, terlihat sekelompok predator semacam singa, harimau, macan tutul, macan kumbang, kucing hutan, serigala, hyena, cheetah, yang semuanya memakai kacamata hitam seperti bintang film sambil di antara taringnya yang tajam terselip setangkai bunga yang berbeda-beda masing-masingnya. Berlari lari kencang menuju bukit. Lihat juga unggas-unggas yang bisa terbang dan unggas-unggas yang tidak bisa terbang itu, seperti sekumpulan kafilah yang sedang bermigrasi ramai-ramai, tapi aneh, unggasnya bermacam-macam. Pohon-pohon, ya, pohon-pohon. Akar-akarnya tercerabut dari dalam tanah dan bergerak seperti kaki bagi mereka, menjalar dan merayapi permukaan, membuat batangnya bergerak doyong-doyong ke depan ke belakang, seperti hutan yang sedang bergerak secara masif. Planet-planet, Matahari, Bulan, Asteroid, Meteorit, dan seluruh masyarakat angkasa raya mulai bergerak ke satu arah, turun meninggalkan pos yang mestinya diisi. Gara-gara isu kelahiran Perasaan, oh, semuanya jadi tak masuk akal. Sungguh absurd luar biasa. Absurd, tapi indah bagiku. Semoga juga bagimu.
No comments:
Post a Comment
komennya yang asik-asik aja ya frend...hhe.