IKUT PERASAAN: BAGIAN TIGA
Sudah cukup lama sebetulnya Sang Malam diam begitu. Mungkin sudah ada sekitar setengah tahun ia terlihat tak seperti biasanya, membuatnya terlihat lebih sering berdiam diri, melamun, bermenung, bahkan bisa sampai berjam-jam lamanya. Hal itu membuat banyak makhluk yang mengenalnya ─ seluruh makhluk mengenalnya ─ jadi bertanya-tanya tentang apa yang terjadi padanya. Bahkan secara sembarangan, sesekali beredar rumor bahwa Sang Malam sedang tidak waras, karena kesurupan setan! Ah, tapi macam mana malam kesurupan setan, memangnya pernah ada kasus malam kesurupan setan? Sungguh tidak masuk di akal.
Aku, sebagai penulis cerita, tentu punya tanggung jawab khusus untuk harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada setiap tokoh yang tertulis di cerita ini. Dan juga sudah tugasku untuk menceritakan apa-apa yang terjadi tersebut kepada pembaca sekalian yang terhormat. Bahwa sungguh, sebetulnya Sang Malam tidaklah kesurupan makhluk sebangsa jin atau setan, yang halus, karena memang pada dasarnya hal tersebut tidak masuk akal. Bahwa sungguh, sebetulnya apa yang terjadi pada Malam adalah merupakan suatu hal yang baru dan berat bagi Sang Malam itu sendiri dan telah melandanya selama setengah tahun belakangan ini. Bahwa sungguh, sebetulnya permasalahan yang melanda Sang Malam nyatanya jauh lebih berat dan jauh lebih esensial ketimbang hanya kesurupan makhluk astral belaka seperti yang telah dirumorkan oleh seluruh makhluk yang mengenalnya. Bahwa sungguh, sebetulnya hal ini adalah sebuah persoalan besar yang akan berdampak sangat serius bagi keberlangsungan seluruh kehidupan di alam semesta.
Nah, maka ketahuilah oleh kalian seluruhnya wahai pembaca yang terhormat, bahwasanya selama setengah tahun ini rupanya Sang Malam tengah menanggung, atau mungkin lebih tepat jika Sang Malam tengah mengandung. Ya, mengandung. Semacam istilah yang biasa disematkan kepada seorang ibu mungkin begitu, hamil. Persoalan ini tentu saja secara langsung berpengaruh kuat bagi Sang Malam sendiri. Membuat orientasi kegiatan Malam sehari-hari menjadi tidak jelas. Membuat orientasi hidup Sang Malam akhirnya menjadi gamang dan tak pasti. Karena pikiran begitu terganggu tentang apa yang terjadi pada dirinya. Apakah gerangan kiranya yang selama ini dikandungnya. Apakah gerangan kiranya yang selama ini ditanggungnya. Apakah gerangan kiranya yang selama ini ada di dalam tubuhnya. Terasa seolah apa yang ada di dalam tubuhnya ini memiliki suatu kekuatan yang begitu dahsyat. Seolah-olah terasa mampu untuk membuat bumi terbelah atau semacamnya. Dan apapun itu, rasanya, apa yang ada di dalam tubuhnya memiliki tuntutan khusus untuk keluar dari tubuhnya. Untuk lahir dan bebas untuk bertemu isi semesta. Untuk kemudian bisa dengan bebas melepaskan segenap kekuatannya yang dahsyat ke seluruh dunia.
Seiring dengan bergulirnya waktu, Sang Malam paham betul, bahwa apa yang selama ini terkandung di dalam tubuhnya adalah suatu hal baru yang begitu besar dan fenomenal bagi dunia. Sehingga pada bulan-bulan selanjutnya setelah setengah tahun tersebut Sang Malam telah menjadi lebih tenang dan jelas sehari-harinya. Ia paham betul bahwa apa yang tengah dikandungnya mestilah ia rawat sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Agar pada saatnya nanti apa yang dikandungnya harus lahir ke dunia tak ada satu kekurangan apapun yang akan membatasi potensi yang dimilikinya. Tanggung jawab tersebut dipahami betul oleh Sang Malam dengan memberikan semacam nutrisi khusus yang dibutuhkan oleh makhluk di dalam tubuhnya. Hal itu membuat makhluk-makhluk lain di sekitarnya tak jarang mendengarnya melantunkan berbagai nyanyian-nyanyian alam yang tak dipahami namun begitu menyentuh. Atau terdengar siulan-siulan atau senandung-senandung yang sayup-sayup terbang dibawa angin ke berbagai penjuru melintasi sungai-sungai dan gunung-gunung. Di waktu-waktu lain, beberapa makhluk lain juga mendapati Sang Malam tengah duduk memandangi matahari yang terbit dan matahari yang tenggelam. Atau di waktu lain didapati ia tengah duduk di tepi sungai, seolah sedang berbicara sendiri sambil mengamati ikan-ikan salmon yang berenang-renang. Atau saat ia sedang beralan-jalan ringan di tepi pantai sembari bermain-main kecil dengan ombak yang menggodanya. Dan catatlah olehmu, bahwa apa yang dilakukan oleh Malam bukanlah suatu akibat dari kesurupan makhluk astral, melainkan sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap suatu kekuatan besar yang selama ini terkandung di dalam tubuhnya hingga tiba saat kelahirannya.
Sang Malam paham betul kapan kiranya makhluk yang dikandungnya ini akan keluar dan lahir ke dunia. Sehingga pada usia delapan bulan kandungannya ia mulai lebih banyak berkontemplasi. Mencoba memahami berbagai esensi dari kehidupan dan isi semesta yang ada. Apa yang dilakukannya tersebut ternyata merupakan suatu bentuk usaha dalam memahami dan memaknai apa yang dikandungnya. Dengan apa yang ditemukannya dari pemahaman dan pemaknaan itulah kemudian yang akan menjadi dasar pemberian nama bagi apa yang dikandungnya. Karena segala sesuatu yang ada di dunia tentulah mesti memiliki nama bukan? Karena apalah arti sebuah makhluk jika tak memiliki nama untuk dimaknai. Dan apalah pula arti sebuah nama jika tak mengandung sebuah makna khusus bagi makhluk yang menyandang nama tersebut. Betul begitu, dan mestilah betul.
Maka setelah proses panjang kontemplasi dalam memaknai dan memahami apa yang dikandungnya selama delapan bulan ke belakang, Sang Malam pun akhirnya telah mengantungi sebuah nama yang akan disematkan pada kandungannya. Ia pun selanjutnya berpikir, mengingat apa yang dikandungnya selama ini merupakan suatu hal besar yang memiliki potensi bahkan mungkin tak terhingga. Ia berpikir bahwa selayaknya seluruh makhluk di alam semesta ini mestilah mengetahui akan datangnya kelahiran suatu hal yang besar dan dahsyat. Ia berpikir bahwa perlulah kiranya ia memberikan undangan kepada seluruh makhluk yang ada agar mereka semuanya bisa memilih untuk ikut hadir ataupun tidak dalam menyambut kelahiran yang akan segera tiba waktunya. Tentu saja, karena ini merupakan salah satu peristiwa yang sangat bersejarah bagi seluruh dunia. Semua berhak hadir. Semua berhak tidak hadir. Namun seluruhnya harus tahu bahwa akan lahir sesuatu yang sangat besar dan ajaib dari tubuhnya setelah dikandung sekian lama. Membuatnya berpikir agar nanti menjelang saat kelahiran, akan ia umumkan ke seluruh penjuru semesta apa yang akan hadir ke dunia.
Maka sembari mengusapi tubuhnya, ia berkata pada apa yang ada di dalamnya:
“Bersiaplah engkau untuk lahir ke dunia. Kau, tentu saja, kuberi nama: Perasaan.”