Wednesday, 18 April 2018

IKUT PERASAAN: BAGIAN TIGA

IKUT PERASAAN: BAGIAN TIGA

Sudah cukup lama sebetulnya Sang Malam diam begitu. Mungkin sudah ada sekitar setengah tahun ia terlihat tak seperti biasanya, membuatnya terlihat lebih sering berdiam diri, melamun, bermenung, bahkan bisa sampai berjam-jam lamanya. Hal itu membuat banyak makhluk yang mengenalnya ─ seluruh makhluk mengenalnya ─ jadi bertanya-tanya tentang apa yang terjadi padanya. Bahkan secara sembarangan, sesekali beredar rumor bahwa Sang Malam sedang tidak waras, karena kesurupan setan! Ah, tapi macam mana malam kesurupan setan, memangnya pernah ada kasus malam kesurupan setan? Sungguh tidak masuk di akal.

Aku, sebagai penulis cerita, tentu punya tanggung jawab khusus untuk harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada setiap tokoh yang tertulis di cerita ini. Dan juga sudah tugasku untuk menceritakan apa-apa yang terjadi tersebut kepada pembaca sekalian yang terhormat. Bahwa sungguh, sebetulnya Sang Malam tidaklah kesurupan makhluk sebangsa jin atau setan, yang halus, karena memang pada dasarnya hal tersebut tidak masuk akal. Bahwa sungguh, sebetulnya apa yang terjadi pada Malam adalah merupakan suatu hal yang baru dan berat bagi Sang Malam itu sendiri dan telah melandanya selama setengah tahun belakangan ini. Bahwa sungguh, sebetulnya permasalahan yang melanda Sang Malam nyatanya jauh lebih berat dan jauh lebih esensial ketimbang hanya kesurupan makhluk astral belaka seperti yang telah dirumorkan oleh seluruh makhluk yang mengenalnya. Bahwa sungguh, sebetulnya hal ini adalah sebuah persoalan besar yang akan berdampak sangat serius bagi keberlangsungan seluruh kehidupan di alam semesta.

Nah, maka ketahuilah oleh kalian seluruhnya wahai pembaca yang terhormat, bahwasanya selama setengah tahun ini rupanya Sang Malam tengah menanggung, atau mungkin lebih tepat jika Sang Malam tengah mengandung. Ya, mengandung. Semacam istilah yang biasa disematkan kepada seorang ibu mungkin begitu, hamil. Persoalan ini tentu saja secara langsung berpengaruh kuat bagi Sang Malam sendiri. Membuat orientasi kegiatan Malam sehari-hari menjadi tidak jelas. Membuat orientasi hidup Sang Malam akhirnya menjadi gamang dan tak pasti. Karena pikiran begitu terganggu tentang apa yang terjadi pada dirinya. Apakah gerangan kiranya yang selama ini dikandungnya. Apakah gerangan kiranya yang selama ini ditanggungnya. Apakah gerangan kiranya yang selama ini ada di dalam tubuhnya. Terasa seolah apa yang ada di dalam tubuhnya ini memiliki suatu kekuatan yang begitu dahsyat. Seolah-olah terasa mampu untuk membuat bumi terbelah atau semacamnya. Dan apapun itu, rasanya, apa yang ada di dalam tubuhnya memiliki tuntutan khusus untuk keluar dari tubuhnya. Untuk lahir dan bebas untuk bertemu isi semesta. Untuk kemudian bisa dengan bebas melepaskan segenap kekuatannya yang dahsyat ke seluruh dunia.

Seiring dengan bergulirnya waktu, Sang Malam paham betul, bahwa apa yang selama ini terkandung di dalam tubuhnya adalah suatu hal baru yang begitu besar dan fenomenal bagi dunia. Sehingga pada bulan-bulan selanjutnya setelah setengah tahun tersebut Sang Malam telah menjadi lebih tenang dan jelas sehari-harinya. Ia paham betul bahwa apa yang tengah dikandungnya mestilah ia rawat sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Agar pada saatnya nanti apa yang dikandungnya harus lahir ke dunia tak ada satu kekurangan apapun yang akan membatasi potensi yang dimilikinya. Tanggung jawab tersebut dipahami betul oleh Sang Malam dengan memberikan semacam nutrisi khusus yang dibutuhkan oleh makhluk di dalam tubuhnya. Hal itu membuat makhluk-makhluk lain di sekitarnya tak jarang mendengarnya melantunkan berbagai nyanyian-nyanyian alam yang tak dipahami namun begitu menyentuh. Atau terdengar siulan-siulan atau senandung-senandung yang sayup-sayup terbang dibawa angin ke berbagai penjuru melintasi sungai-sungai dan gunung-gunung. Di waktu-waktu lain, beberapa makhluk lain juga mendapati Sang Malam tengah duduk memandangi matahari yang terbit dan matahari yang tenggelam. Atau di waktu lain didapati ia tengah duduk di tepi sungai, seolah sedang berbicara sendiri sambil mengamati ikan-ikan salmon yang berenang-renang. Atau saat ia sedang beralan-jalan ringan di tepi pantai sembari bermain-main kecil dengan ombak yang menggodanya. Dan catatlah olehmu, bahwa apa yang dilakukan oleh Malam bukanlah suatu akibat dari kesurupan makhluk astral, melainkan sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap suatu kekuatan besar yang selama ini terkandung di dalam tubuhnya hingga tiba saat kelahirannya.

Sang Malam paham betul kapan kiranya makhluk yang dikandungnya ini akan keluar dan lahir ke dunia. Sehingga pada usia delapan bulan kandungannya ia mulai lebih banyak berkontemplasi. Mencoba memahami berbagai esensi dari kehidupan dan isi semesta yang ada. Apa yang dilakukannya tersebut ternyata merupakan suatu bentuk usaha dalam memahami dan memaknai apa yang dikandungnya. Dengan apa yang ditemukannya dari pemahaman dan pemaknaan itulah kemudian yang akan menjadi dasar pemberian nama bagi apa yang dikandungnya. Karena segala sesuatu yang ada di dunia tentulah mesti memiliki nama bukan? Karena apalah arti sebuah makhluk jika tak memiliki nama untuk dimaknai. Dan apalah pula arti sebuah nama jika tak mengandung sebuah makna khusus bagi makhluk yang menyandang nama tersebut. Betul begitu, dan mestilah betul.

Maka setelah proses panjang kontemplasi dalam memaknai dan memahami apa yang dikandungnya selama delapan bulan ke belakang, Sang Malam pun akhirnya telah mengantungi sebuah nama yang akan disematkan pada kandungannya. Ia pun selanjutnya berpikir, mengingat apa yang dikandungnya selama ini merupakan suatu hal besar yang memiliki potensi bahkan mungkin tak terhingga. Ia berpikir bahwa selayaknya seluruh makhluk di alam semesta ini mestilah mengetahui akan datangnya kelahiran suatu hal yang besar dan dahsyat. Ia berpikir bahwa perlulah kiranya ia memberikan undangan kepada seluruh makhluk yang ada agar mereka semuanya bisa memilih untuk ikut hadir ataupun tidak dalam menyambut kelahiran yang akan segera tiba waktunya. Tentu saja, karena ini merupakan salah satu peristiwa yang sangat bersejarah bagi seluruh dunia. Semua berhak hadir. Semua berhak tidak hadir. Namun seluruhnya harus tahu bahwa akan lahir sesuatu yang sangat besar dan ajaib dari tubuhnya setelah dikandung sekian lama. Membuatnya berpikir agar nanti menjelang saat kelahiran, akan ia umumkan ke seluruh penjuru semesta apa yang akan hadir ke dunia.

Maka sembari mengusapi tubuhnya, ia berkata pada apa yang ada di dalamnya:

“Bersiaplah engkau untuk lahir ke dunia. Kau, tentu saja, kuberi nama: Perasaan.”

Wednesday, 4 April 2018

IKUT PERASAAN: BAGIAN DUA

IKUT PERASAAN: BAGIAN DUA

Nah. Waktu itu masih siang suasananya. Matahari masih bertugas, Bulan belum, setidaknya begitu menurut seorang anak manusia kepada kawannya suatu hari dulu. Kelinci-kelinci yang tujuh puluh ekor juga masih berada di Tibet, terlihat wajar di sebuah padang karena hanya melompat-lompat, atau berlari-lari, atau sedang makan, atau sedang diintai oleh seekor elang yang sudah sekitar lima menit berputar-putar di dekat lereng pegunungan. Ayah Rusa sedang gagah, karena kepalanya tegak, melihat keadaan sekitar. Memantau dua ekor anaknya yang berlari-lari kecil di sekitar, sementara Ibu Rusa masih asyik mengunyah rumput kesukaannya. Lalu ikut menunduk, ikut makan rumput, mungkin jadi ingin makan rumput juga melihat istrinya yang seolah nikmat betul menikmati rumput. Binatang-binatang lain juga seperti kodratnya, menjalani kehidupan secara wajar sebagai makhluk Tuhan yang diklasifikasikan sebagai hewan.

Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya Pinus terlihat sangat malas dengan hanya bergoyang-goyang atau terdoyong-doyong oleh angin yang berhembus kuat ke batangnya, daun-daunnya juga bergetar. Mereka tidak malas, sungguh, karena memang begitu perilaku mereka kalau sudah tinggi, betul bukan? Pohon-pohon Karet juga terlihat wajar. Berbaris ramai-ramai berjarak sampai disebut oleh manusia bahwa mereka itu adalah hutan karet. Tidak tampak jelas juga mana pohon karet yang lebih tua atau yang lebih muda, seolah tidak ada itu yang namanya kesenjangan sosial antargenerasi, mengarang saja, karena toh semua sama, disayati tubuhnya oleh manusia supaya getahnya dapat diambil sebanyak-banyaknya. Yang sama juga bergoyang-goyang bagian atasnya ketika dilewati angin. Begitu juga pohon Ek, semua tampak wajar di dunia yang biasa-biasa saja.

Betul. Begitu juga dengan planet-planet yang punya tugas di tata surya kita. Yang jika disebutkan secara berurutan adalah Pluto, Neptunus, Uranus, Saturnus, Jupiter, Mars, Bumi, Venus, dan terakhir Merkurius. Begitu urutannya jika aku ingin menyebutkan mereka dari yang paling jauh dari Matahari. Masing-masing mereka masih bersikap wajar dengan tetap berjalan pada sumbunya yang secara umum disepakati mengitari Matahari dengan kecepatannya masing-masing.

Sampai beberapa saat, siang itu, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang terdengar oleh mereka itu seluruhnya yang sekonyong-konyong begitu saja berkata:

“Halo semuanya. Pemberitahuan, bahwasanya nanti malam, di bukit, Perasaan akan lahir ke dunia. Saya ulangi, bahwasanya nanti malam, yaitu , Perasaan akan lahir ke dunia. Semuanya dibebaskan untuk hadir atau tidak hadir di kelahiran Perasaan. Sekian dan terimakasih.”

Demikian suara tersebut kira-kira terdengar oleh seluruh hewan-hewan di dunia, oleh seuruh tumbuh-tumbuhan di dunia, oleh seluruh angkasa raya yang merdeka. Sehingga mereka seluruhnya tiba-tiba terdiam dari seluruh aktivitas yang sedang mereka lakukan. Ayah Rusa dan keluarganya berhenti mengunyah. Harimau yang tidur siang berhenti dari tidur sehingga terbangun. Kelinci-kelinci dari Tibet tiba-tiba membeku, tapi bukan karena kedinginan. Ayam-ayam kampung, ayam-ayam negeri, ayam-ayam luar negeri, semua ayam itu terdiam. Pohon-pohon pinus, pohon-pohon karet, pohon-pohon ek, pohon-pohon beringin, pohon-pohon toge dan lainnya, semua berhenti bergoyang, seolah mereka memang kuat untuk tidak bergoyang ketika terkena angin yang berhembus. Matahari, Bulan, dan planet-planet lainnya juga ikut terdiam, berhenti dari aktivitasnya yang sangat wajar seperti hari-hari biasa di dunia yang biasa. Lalu secara bersamaan semuanya bergumam:

Itu suara Malam.”

Pertanyaan-pertanyaan kemudian muncul begitu saja. Tentang apa itu Perasaan. Tentang siapa itu Perasaan. Tentang bagaimana wujud Perasaan. Tentang apa yang dibawa oleh Perasaan. Tentang apa yang akan dilakukan Perasaan. Tentang perilaku Perasaan, apakah ia suka berbicara, apakah ia suka berlarian, apakah ia suka makan rumput, apakah ia suka mandi cahaya, apakah ia suka berguling-guling. Tentang macam-macam. Karena Perasaan semacam sesuatu yang tidak pernah mereka tahu di dunia. Karena Perasaan semacam sesuatu yang baru di sepanjang kehidupan yang sebelumnya sudah mereka jalani. Sehingga mereka merasa perlu untuk hadir . Sehingga mereka merasa perlu untuk tahu secara langsung tentang Perasaan. Sehingga mereka merasa perlu untuk sibuk bersiap-siap seolah menyambut lahirnya Perasaan malam ini. Sehingga mereka merasa perlu untuk jauh-jauh melakukan perjalanan menuju Malam yang bertanggungjawab atas informasi yang sekonyong-konyong disebarkannya di siang hari yang bolong, tapi tentu tidak berlubang.

Setelah momen diam sejenak berjamaah itu dilaksanakan secara serentak, mereka seluruhnya jadi tiba-tiba saja seolah sibuk ini-itu, masing-masing. Sibuk menjadi tidak wajar karena ingin hadir menuju bukit malam ini untuk menyaksikan langsung kelahiran Perasaan yang diumumkan oleh Malam. Sibuk menjadi tidak wajar karena sebagian tiba-tiba pergi membeli kacamata hitam atau baju-baju hangat. Sibuk menjadi tidak wajar karena sebagiannya pergi mengelilingi hutan, mencari bunga-bunga yang menarik perhatian mereka, untuk dipetik dan dibawa hadir nanti malam. Sibuk menjadi tidak wajar karena sebagian lain dengan tergesa-gesa pulang ke rumahnya untuk menyiapkan dirinya masing-masing. Dan seluruhnya sibuk menjadi tidak wajar karena solah-olah meninggalkan apa yang biasanya mereka kerjakan sehari-hari. Seolah mereka mengingkari peran dan tanggungjawab yang sejak dulu tersemat di namanya masing-masing.

Sejak perilaku-perilaku yang tidak wajar tersebut, kehidupan tak lagi terasa sama, aktivitas yang ada jauh di luar batas kewajaran, jauh di luar batas nalar pemikiran, dan jauh mejadi sebuah fenomena absurd yang sama sekali tidak masuk akal. Itulah yang dikatakan oleh hewan-hewan dan tumbuhan laut ketika mereka tidak bisa hadir, yaitu susah bernafas, dan tidak masuk akal. Sehingga meskipun mereka sedikitnya merasa tertarik akan berita kelahiran Perasaan, namun tidak bisa ikut hadir, mereka hanya saling berucap saja dengan sesamanya agar semoga  suatu saat Perasaan sudi untuk mampir atau main ke lautan. Maka kehidupan di laut tidak mengalami suatu gejala-gejala yang tidak wajar seperti kehidupan di darat, udara, dan angkasa raya.

Siang dengan segera digulung waktu yang terus-terusan bergulir, disuruh berhenti tetap saja bergulir. Membuat dunia memasuki suasana sore. Nantinya, sore menuju petang. Nantinya, petang menuju malam. Menuju saat-saat kelahiran Perasaaan yang telah dijanjikan oleh Malam siang tadi. Para calon-calon hadirin terlihat mulai bergerak perlahan-lahan menuju Malam yang berjanji. Berduyun-duyun bersama kelompoknnya masing-masing melintasi jarak yang jauh dan yang dekat. Dan jika kau perhatikan dengan seksama, alamak, betapa konyolnya mereka terlihat. Seperti misalnya yang datang dari arah utara, tujuh puluh kelinci dari Tibet itu semuanya ramai-ramai melompat-lompat sepanjang perjalanan menuju bukit, menggunakan jaket-jaket dan penghangat-penghangat telinga bermacam warna. Melewati hutan, padang pasir, padang rumput, Padang Panjang, warna-warni begitu lucu dan tak wajar. Dari arah lain, terlihat sekelompok predator semacam singa, harimau, macan tutul, macan kumbang, kucing hutan, serigala, hyena, cheetah, yang semuanya memakai kacamata hitam seperti bintang film sambil di antara taringnya yang tajam terselip setangkai bunga yang berbeda-beda masing-masingnya. Berlari lari kencang menuju bukit. Lihat juga unggas-unggas yang bisa terbang dan unggas-unggas yang tidak bisa terbang itu, seperti sekumpulan kafilah yang sedang bermigrasi ramai-ramai, tapi aneh, unggasnya bermacam-macam. Pohon-pohon, ya, pohon-pohon. Akar-akarnya tercerabut dari dalam tanah dan bergerak seperti kaki bagi mereka, menjalar dan merayapi permukaan, membuat batangnya bergerak doyong-doyong ke depan ke belakang, seperti hutan yang sedang bergerak secara masif. Planet-planet, Matahari, Bulan, Asteroid, Meteorit, dan seluruh masyarakat angkasa raya mulai bergerak ke satu arah, turun meninggalkan pos yang mestinya diisi. Gara-gara isu kelahiran Perasaan, oh, semuanya jadi tak masuk akal. Sungguh absurd luar biasa. Absurd, tapi indah bagiku. Semoga juga bagimu.

Monday, 2 April 2018

IKUT PERASAAN : BAGIAN SATU

IKUT PERASAAN : BAGIAN SATU 

Sebelum mulai ke isi cerita, saya ingin terlebih dahulu menuliskan semacam pengantarnya. Jadi, pada periode ini saya akan menulis sebuah tulisan, mungkin cerita, yang bagi saya sendiri akan terasa sangat absurd. Karena rasanya saya tidak menyiapkan banyak hal untuk tulisan ini kecuali sebuah usaha untuk tetap waras saat menulisnya.

Tidak terlalu besar harapan saya teman-teman dapat menikmati tulisan yang mungkin terlalu absurd ini. Namun apabila teman-teman nantinya berkenan untuk membacanya, semoga teman-teman dapat menemukan apapun itu dari tulisan ini, aamiin.
Selamat berbahagia.

-

Perasaan manusia itu susah-susah gampang, bisa-tidak bisa, diprediksi. Tapi secara sederhana oleh kita sendiri diberi nama. Ada sedih. Ada senang. Ada takut. Ada bahagia. Ada rindu. Ada kesal. Ada sayang. Ada sakit. Ada marah. Ada lelah. Ada asyik. Dan lainnya. Tapi kebanyakan, saat perasaannya sedang dirasakan, seluruhnya itu tidak bisa secara telanjang dierjemahkan. Tapi mari kita coba, bersama-sama, menerjemahkan perasaan yang tidak jelas secara absurd ke dalam sebuah tulisan.

Misalnya seperti saat ini, kemudian Malam melahirkan seorang anak laki-laki yang tidak laki-laki dan tidak juga perempuan. Perawakannya seperti seorang anak usia dua belas tahun. Rambutnya hitam, tebal, dengan potongan rambut bob yang lucu. Kulitnya tergolong kulit Asia yang terang, tapi tidak bercahaya seperti matahari. Di matanya terpasang sebuah kacamata hitam bulat dengan frame berwarna merah menyala, tapi tidak seperti api. Kaosnya belang-belang strip horizontal warna hitam dan putih. Dibungkus semcam overall model Mario Bros dari bahan jeans. Dia juga pakai sepatu yang bagus, yaitu sepatu kulit model oxford warna cokelat ukuran anak kecil, dilengkapi kaos kaki belang hitam dan putih yang kelihatan karena overall yang ngatung. Anak ini, pipinya boleh kita sebut tembem, dihias hidung bulat yang mungil juga bibir yang merah jambu. Sambil membawa sebuah tas selempang kecil bahan kulit berhias sebuah enamel pin berbentuk matahari, dia dilahirkan tepat malam ini oleh Malam, dan dengan resmi diberi nama : Perasaan.

Perasaan, maksudku anak itu, yang bernama Perasaan, malam itu lahir di sebuah tempat yang jauh dari keramaian, dari hiruk-pikuk kehidupan manusia yang samar-samar. Perasaan lahir di puncak sebuah bukit yang tenang, tidak banyak tingkah, dan masih hijau tidak gundul. Kelahirannya tidak sepi. Kelahirannya dihadiri oleh berbagai makhluk yang semuanya adalah baik. Kalian bisa lihat sendiri, di sana ada Ayah Rusa dengan tanduknya yang bercabang bersama istrinya, si Ibu Rusa, juga dua ekor anaknya yang sekeluarga sama-sama mengenakan sweater hangat rajutan bahan kain wool. Di sana ada sekitar tujuh puluh kelinci dari Tibet yang semuanya memakai jaket dan penghangat telinga berbagai warna yang cerah. Di sana ada macam-macam predator seperti Singa, Macan, Harimau, Serigala, Beruang. Semua predator itu duduk di sekitar sambil tersenyum hingga terlihat taring di wajahnya, dan kompak semua menggunakan kacamata hitam sambil memegang aneka macam bunga. Di sana ada Semut, Belalang, Lebah, Nyamuk, Kumbang, Kepik, Kunang-kunang. Di sana ada Elang, Burung Hantu, Kolibri, Merak, Kakaktua, Rajawali, Garuda, Ayam Hutan, Ayam Kampung, Ayam Negeri, Ayam Luar Negeri, dan unggas-unggas lainnya. Semuanya hadir dengan gaya berpakaian masing-masing yang lucu dan berwarna lagi merdeka. Topi, syal, jaket, kacamata, kalung, sandal, sepatu, dan lainnya. Bahkan Tuan Berang-berang hadir lengkap dengan baju koko dan sarung yang diselempangkan seperti bapak hansip kalau sedang ronda. Sayang, kawan-kawan ikan dari laut tidak bisa hadir karena katanya susah bernafas dan tidak masuk akal. Tapi tidak apa.

Di sekitar kerumunan hewan-hewan yang kelihatannya berbahagia, ikut meramaikan juga kawan-kawan tumbuhan yang tinggi-tinggi menjulang. Ada tuan-tuan dan nyonya-nyonya Pinus yang berbaris rapat-rapat. Di dekat kerumunan predator ada juga sekumpulan Pohon-pohon Karet yang sudah dewasa, sudah pandai betul memilah mana yang baik dan buruk. Di seberangnya berkumpul Pohon-pohon Karet yang jauh lebih muda, membuat kawan-kawan Pohon Ek di sebelahnya jadi berpikir bahwa ada kesenjangan sosial yang terjadi Antara generasi tua dan muda di keluarga besar pohon karet, meski semuanya tampak bahagia.

Keramaian malam itu rupanya tidak hanya diikuti oleh hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang terhormat. Di atas bukit, tapi tidak berpijak, rupanya telah ramai oleh aneka hadirin yang sudah jauh-jauh dating dari angkasa raya. Ada Awan-awan putih seumpama kapas yang berhias topi kerucut seperti di acara ulang tahun. Ada Bulan yang, subhanallah, terang sekali, beliau malam ini hadir dengan kacamata hitam, yang saat ditanya kenapa memakainya oleh Jupiter, menjawab karena silau oleh Matahari yang ikut meramaikan suasana di sebelah ─ tentu saja ─ Merkurius, yang di sebelah Venus, yang di sebelah Bumi, yang di sebelah Mars, yang di sebelah Jupiter si Bongsor, yang di sebelah Saturnus yang memakai hulahop di pinggang, yang di sebelah Uranus, yang di sebelah Neptunus, yang di sebelah Pluto yang oleh beberapa manusia sudah tidak dianggap tapi masih sudi dating dan meramaikan suasana. Selebihnya, kawan-kawan Meteor dan Asteroid. Selebihnya, juga ada Bintang-bintang yang tidak sedang jatuh demi manusia, mereka berkedip-kedip dan tidak terhitung jumlahnya.

Betapa ramai malam itu oleh berbagai apa saja. Membuat bukit itu seolah menjadi dunia yang berbeda dari yang sudah ada. Membuat semuanya yang hadir menjadi sama, yaitu ajaib. Membuat semuanya yang hadir menjadi sama, yaitu berkumpul. Membuat semuanya yang hadir menjadi sama, yaitu menyambut kelahiran. Membuat semuanya yang hadir menjadi sama, yaitu terbawa. Oleh karena seorang anak, yang bernama : Perasaan.