Tahukah engkau
Bahwa sungguh aku ada dua
Pada setiap siang dan setiap malam
Ketika aku dan kau berjalan bersama
Pada setiap jalan dan setiap persimpangan
Ketika aku berjalan di sebelahmu
Ketika aku berjalan di belakangmu
Atau di depanmu
Engkau berjalan bersamaku,
Yang berusaha terlihat tetap tegak
Yang berusaha bersikap tenang
Yang bertingkah angkuh pada orang lain di sekitar kita
Semata kulakukan,
Agar kau aman dalam lingkaran proteksiku
Agar pejantan lain tahu bahwa engkau adalah aku
Agar kau tidak malu kalau-kalau aku bertingkah
Tahukah engkau
Bahwa sungguh aku ada dua
Aku punya dua raga,
Yang berjalan bersamamu penuh pencitraan
Yang secara kasat terjangkau panca indera
Yang terluka dan berdarah oleh tebasan
Yang terikat oleh ruang dan waktu
Yang terkubur tertutupi tanah merah
Ya, kita berjalan bertiga
Lalu, di manakah aku yang satunya?
Adalah aku,
Yang tak tersentuh oleh kulit
Yang tak terlihat oleh mata
Yang tak terasa oleh lidah
Yang tak tercium oleh hidung
Yang tak terdengar oleh telinga
Adalah aku,
Yang selalu tersenyum dan tertawa
Yang bertingkah berlebihan
Yang selalu menari-nari di sekelilingmu ketika berjalan
Yang mengobatimu dari kemurungan, kesedihan
Yang tidak pergi ke mana pun
Adalah aku,
Yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu
Yang tak hilang darimu, bahkan ketika aku tinggalkan dunia.
Selamat tersenyum :)
-Arif Adiansyah, Muhammad.
Sunday, 27 July 2014
Wednesday, 23 July 2014
RUMAH
Kehidupan urban bergerak dengan cepat dalam satuan waktu, namun kemudian juga bergerak sangat lambat secara fisik di atas hamparan lalu-lintas oleh kendaraan yang mengisi relung-relung jalanan. Cih. Menambah panas dan pengap sebuah kota.
Aku berada di kepenatan itu, siang itu, hari itu. Di atas motorku yang ikut memenuhi kota. Mengotori pikiran dengan emosi jalanan, emosi yang semakin wajar menurut manusia zaman sekarang. Di sanalah aku, di kota kelahiranku, berpanas-panas, berpengap-pengap. Fuh.
Di tengah jalan, kuputuskan untuk mengambil rute yang berbeda. Aku akan memenuhi panggilan gaibku, menuju sebuah tanah masa kecilku, sebuah lingkungan tempat dulu aku dibesarkan. Menjadi salah satu dari tiga bocah ingusan nakal yang menguasai peradaban anak-anak. Menjadi role model pergaulan bocah-bocah lain yang lebih muda saat itu. Di sebagian belahan kawasan Buah Batu, yang dulu dinamai Komplek Geologi, yang orang-orang tuanya pernah bertemu dengan kawanan Belanda dulu.
Aku rindu tanah itu. Kubelokkan motorku menuju ke sana. Dengan kecepatan yang sangat lambat kulajukan motorku, membuka memori-memori lama yang sangat banyak. Tapi tidak semua bisa kuceritakan, maka sebagian saja, ya.
Berikut adalah masterplan dari Komplek Geologi, Buah Batu, Bandung :
Biarkan kubahas berdasarkan legenda atau keterangan yang tertera di dalam gambar.
1. RUMAHKU
Adalah rumah tempat dulu aku tinggal di daerah ini. Yang juga ternyata merupakan rumah kakek-nenekku waktu itu. Rumah dua lantai yang khas sekali penghuni di dalamnya, dulu pernah merasakan, katanya dijajah oleh Belanda. Di rumah berwarna putih ini, kadang aku berpura-pura sudah shalat ashar, agar bisa bermain keluar rumah.
2. RUMAH ECA
Reza. Eca adalah nama panggilannya. Dialah salah dua dari tiga orang bocah berandal di komplek kami, kawan mainku dulu. Sebenarnya itu bukan rumah Eca, itu rumah kakek-neneknya. Semua rumah di komplek itu adalah rumah milik kakek-nenek setiap anak yang ada di dalam rumah tersebut bila ada anak kecilnya.
Eca, satu tahun lebih muda dariku. Saat berkawan denganku, Eca sudah disunat, sama sepertiku. Eca, adalah kawanku yang mengajari aku cara pipis putus-putus, di selokan.
4. RUMAH LUTFI
Lutfi. Lutfi adalah nama panggilannya. Dialah salah tiga dari tiga orang bocah berandal yang bersalah dari komplek ini. Seperti penjelasan sebelumnya, Lutfi adalah anak kecil, maka berarti itu bukan rumah Lutfi. Itu adalah rumah kakek-neneknya Lutfi. Lutfi, satu tahun lebih muda dari Eca. Dan, ya, aku yang paling tua dari kami bertiga, paling kolot. Kau puas?
Aku dan Eca sangat mencintai rumah Lutfi. Karena di dalamnya ada Playstation 2 yang kami tidak punya. Kami cinta segalah hal tentang rumahnya, asalkan bisa bermain PS2. Kalau sedang dilarang, kami akan patungan ke rental PS, alhamdulillah.
Lutfi belum disunat. Dulu itu. Akhirnya dia disunat entah kapan, tapi dia jadi disunat karena sebuah kecelakaan saat kami bertiga bermain sepeda BMX penuh gaya dan skill, namun minim. Lutfi gagal meloncati sebuah selokan saat melakukan trik, dan 'anunya' jadi terbentur keras dengan stang sepeda. Aku tertawa. Eca tertawa. Lutfi menangis. Anunya ternyata berdarah! Aku diam. Eca diam. Lutfi menangis. Kami panik dan membawanya pulang pada neneknya. Neneknya marah pada Lutfi. Lutfi menangis. Aku diam. Eca diam. Neneknya melempar isu akan menyunat Lutfi. Lutfi menangis makin keras. Aku dan Eca pulang.
3. LAPANGAN SEGITIGA
Entah nama sebenarnya apa, tapi begitulah kami menyebutnya. Lapangan ini adalah kerajaan kami, istana kebahagiaan, lapak segala permainan kami. Main bola, segala macam ucing-ucingan, petak umpet, bebentengan, perang-perangan, sepeda-sepedaan, bergelantungan di pohon, membuat kaki-kaki kami terluka, tangan terluka, baju dan celana kotor, buang air kecil sembarangan, dan lain-lain. Lapangan itu milik kami, kami rajanya, kami menguasainya.
Di lapangan ini, kami bertiga pertama bertemu dan saling mengenal. Aku yang awalnya adalah anak pindahan dari Sumatera, bertemu dua kawanku itu, dan diterima sebagai kawan mereka setelah menang balap lari. Balap lari, permainan pertama kami.
Lapangan dengan rumput yang hijau. Lapangan dengan pohon yang besar dan teduh. Dan di sanalah, ketika kemarin aku melewatinya, sebuah pohon dengan batang-batang favorit kami masih berdiri. Mudah-mudahan dia melihatku, dan masih mengenaliku yang mampir sejenak siang itu.
5. MASJID AT-TAQWA
Masjid ini ternyata sudah lebih bagus. Masjid ini bukan tempat kami mengaji, dulu tidak ada pengajian anak kecil di masjid ini, entah sekarang mah. Di mesjid ini, kami berulah saat jumatan, saat tarawehan, tapi tentunya main aman, jangan sampai para orang tua tahu kami berulah.
Di belakang masjid ini terdapat sebuah gang kecil yang menghubungkan dua jalan di sampingnya. Dulu, ketika bermain petak umpet di lapangan segitiga, gang ini menjadi batas terjauh untuk bersembunyi, dan kami patuh pada aturan kami tersebut.
Suatu hari, ketika kami sedang bermain di sekitar masjid tersebut, ada orang gila yang melintas. Entah siapa yang memulai, aku lupa. Salah satu dari kami menghina-hina orang gila tersebut, dan yang lainnya mengikuti. Apa yang terjadi? Gila. Orang gila tersebut mengejar kami. Kami berari pontang-panting ke dalam gang kecil di belakang masjid, berbelok-belok, dan alakazam! Untung kami masih berhasil lolos, dasar bocah-bocah dungu dan gila. Sebut saja gang itu, Jalur Gaza.
6. APA YA?
Nomor 6 ini, adalah sebuah jalan dengan aspal paling halus dibanding dengan jalan-jalan lainnya di komplek kami. Sebuah pilihan yang sangat baik dulu bagi kami untuk bermain sepatu roda, otopet, sepeda, jatuh main sepatu roda, jatuh main otopet, dan jatuh dari sepeda.
TANDA PANAH HITAM
Adalah sebuah arah petunjuk, bahwa ketika kami bermain ke arah sana, maka berarti kami sedang nakal-nakalnya, artinya kami akan berbuat dosa, bermaksiat, durhaka terhadap orang tua kami.
Ke arah sanalah kami menggelapkan uang jajan orang tua untuk bermain di rental PS.
Ke arah sanalah kami bermain sepeda teralu jauh, melanggar larangan orang tua.
Ke arah sanalah kami bertemu dengan seorang anak kecil lainnya yang selalu mengajak berantem, namanya Abay. Abay, mun maneh wani keneh, kadieu gelut jeung urang!
Dan.
Di daerah sekitar sanalah kami pernah merasakan kualat, akibat melanggar larangan dari orang tua. Contohnya aku, ketika jatuh dari sepeda hingga tulang tanganku bergeser karena bermain teralu jauh sampai ke kecamatan lain, aku takut lagi, aku kapok.
Demikianlah sedikit kisahnya.
Maka, sejauh apapun kita beranjak pergi menjauh. Selama apapun kita tumbuh-kembang dan beranjak dewasa. Sebagaimanapun peradaban urban menggulung kita dengan polusi emosi, dengan globalisasi, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Sebagaimanapun waktu bersekutu dengan pergeseran peradaban dan budaya yang berusaha menghapus kita.
Kita bisa saja memiliki banyak rumah di sana dan di sini, terserah. Rumah tetap, rumah singgah, atau malah yang lebih hina rumah investasi, mungkin. Hanya satu yang bisa kujelaskan sebagai definisi rumah.
Rumah bisa lebih dari satu. Asalkan memiliki sebuah definisi, ketika.
RUMAH. Adalah sebuah tempat, di mana hati kembali berlabuh.
-Arif Adiansyah, Muhammad.
Thursday, 10 July 2014
GORDON & MANUSIA
Sudah
lama, aku tidak menulis sesuatu yang sifatnya bercerita. Teknisnya, bukan yang
tertulis dalam bentuk bait-bait, namun dalam bentuk paragraf-paragraf.
Sudah lama, setelah sekian lama. Dalam kegelapan malam yang panjang, ada terang yang kembali kutemukan di dalam sini, di kepalaku. Membawa pikiran berlari-lari ke sana kemari, berpikir segala rupa secara acak terlontar-lontar. Sehingga di sinilah aku, bertemu tombol-tombol keyboard, mencoba menuangkan pikiranku yang liar berlari, ke dalam sebuah tulisan yang entah akan membahas tentang apa nantinya.
Tidak mengapa, mari kita mulai saja. Semoga jari-jemari berlari baik mengurai pikiran yang lingas menari di atas panggung malam.
Malam ini adalah malam yang panjang. Sebagian besarnya kuhabiskan bersama seorang
guru yang kemudian kusebut ia Gordon, yang kemudian beliau memanggilku Power
Ranger Merah. Ia sudah tua, aku juga, tapi dia lebih tua dari aku, aku lebih
muda dari dia, tapi kami sama-sama sudah tua, kata orang. Aku dan Gordon
menghabiskan waktu di depan sebuah minimarket, berbicara banyak hal tentang
ilmu divisi cinta. Mulai dari cinta terlarang sampai cerita cinta sejati.
Banyak sekali hal-hal yang diturunkan oleh Gordon padaku. Banyak orang
berpandangan bahwa Gordon adalah orang yang relatif lebih banyak hal-hal
negatif melekat pada dirinya, aku pun merasa dia memang banyak negatifnya,
kacau.
Sebuah,
atau setitik atom. Apalah arti setitik atom, tak terlihat oleh mata pun, tak
disadari ada pun. Atom, terdiri dari dua jenis unsure yang berlawanan,
sedikitnya, yaitu ion negatif dan ion positif. Apalah arti setitik atom.
Awalnya dipandang manusia sebelah mata, bahkan beberapa tutup mata. Hingga
suatu masa, tahulah kita bahwa atom bisa menghancurkan sebuah pulau barangkali.
Setitik atom yang terdiri dari sedikitnya ion positif dan ion negatif, tak
terlihat mata telanjang, mampu membunuh sakaba-kaba, demikian.
Gordon.
Mereka banyak mengenang negatif seorang Gordon. Gordon adalah atom. Gordon
punya sisi positif yang cukup untuk kemudian dirinya dibangun dari negatif dan
positif tersebut, yang kemudian bisa meledakkan pikiran seseorang, tentunya
dalam tanda kutip. Gordon adalah guru kebijaksanaan bagi kami para Power
Rangers yang tidak membela kebenaran banget, malah justru ikut
melestarikan kejahatan. Astaghfirullah, tobat rangers.
Gordong,
maaf, maksud saya, Gordon, adalah Sang Pencerah bagi kami, nasihat jalan
kehidupan. Ia menjalani sejumlah kenegatifan sehingga menemukan kepositifan
dalam kehidupan, yang kemudian menurunkan sebagian ilmunya kepada kami, baik
yang buruk dan yang baik. Ia berikan kami kebebasan untuk memilih jalan mana
yang akan kami tempuh. Gordon memang kampret, menjejali kami hal-hal
negatif. Tapi kami, para rangers tidak pernah terjerumus dalam kenegatifan.
Setia doktrin-doktrin buruk yang ia jejalkan pada kami selalu ia akhiri dengan quotes
(baca: kuwo-tess) tentang bagaimana cara kami mengakhiri doktrin-doktrin
tersebut dengan langkah positif yang ternyata jauh lebih bijaksana. Gordon selalu
membuka pikiran kami, membawa kami pada beberapa alternative sudut pandang
dalam melihat suatu hal dan mencari celah yang cerah. Gordon hebat, tapi kampret.
Malam
ini Gordon berkata kepadaku tentang suatu hal yang, ah, sangat tidak baik. Ia memberitahu
aku tentang bagaimana menjadi seorang lelaki playboy, buaya sejati.
Beliau berkata, “Kalau mau jadi buaya harus totalitas, pacari semua wanita!”
Astaghfirullah.
Lalu
ia melanjutkan, “Jika kau mau kuberitahu bagaimana menjadi buaya, syaratnya cuma
satu : Kau boleh pacari 8 wanita sekaligus, tapi jangan berani-berani kau jatuh
cinta pada salah satunya, karena ketika kau mencintai salah satunya kau akan
gagal, karena haram hukumnya menyakiti wanita yang kau cintai”
Atom.
Atom. Atom.
Kalau
kau tak mengerti bagian mana yang bagus dari Gordon, tidak mengapa, manusia
berbeda-beda toh.
Manusia.
Kita
manusia berbeda-beda, memang. Tapi indah bila kita berbeda-beda namun tetap
satu jua.
Aku
sebenarnya hanya mengarang-ngarang saja, kalau kalian mau setuju boleh, tidak
pun tak mengapa.
Mengapa
manusia, biar berbeda mesti satu jua?
Manusia yang dangkal hidup berdasarkan suatu filosofi akronim, yaitu :
· MANUSIA : Makan.
Minum. Sia-sia
· MANUSIA : Makan.
Minum. Aing-aing, sia-sia. · MANUSIA : Maunya
Urusan Sendiri Saja.
Sebenarnya
aku sangat ingin menuliskan banyak hal yang terpikir oleh pikiran yang
terlontar-lontar. Namun Belanda vs Argentina sudah mulai bertanding.
Lalu apakah Manusia?
Mungkin…
MANUSIA
: Manusia. Silih asih, silih asah, silih asuh.
Sunday, 6 July 2014
BATU KEGELAPAN
Aku melihat terang yang dijanjikan
Aku melihat terang dalam kegelapan
Aku melihat terang yang tersembunyikan
Aku memendam batu karang yang kuganjalkan.
Aku melihat persekutuan manusia dalam kegelapan.
Aku melihat terang dalam kegelapan
Aku melihat terang yang tersembunyikan
Aku memendam batu karang yang kuganjalkan.
Aku melihat persekutuan manusia dalam kegelapan.
Subscribe to:
Comments (Atom)
