Friday, 29 January 2016

ALANG : SI ANAK MALANG

Pada suatu masa, hiduplah seorang anak laki-laki bersama ayahnya yang miskin. Anak malang tersebut, pada masa itu hidup tanpa ibu, hanya bersama ayahnya, karena oh karena sang ibu sudah lama pergi meninggalkan mereka, untuk pergi ke pasar emnjual singkong keju hasil curian. Sudah dua puluh tujuh koma lima menit si ibu pergi.

Pada masa selanjutnya, yaitu esok harinya. Si anak malang tersebut, yang ialah anak bernama Alang (akronim anak malang), harus pergi ke sekolah menuntut ilmu.

("Woyyy!!! Mana ilmu aing? Kadieukeun!!!" atau "Saudara Ilmu, anda saya tuntut!!")

Alang adalah anak yang rajin. sudah dari pukul 02.00 dini hari ia bangun untuk siap-siap berangkat ke sekolah. Ia mandi (besar, gayungnya....) lalu sahur. Dari jam tiga ia sudah mulai berangkat ke sekolah. Ia pamit pada ayahnya, tapi tidak pada ibunya, karena ibu belum pulang. Dari jualan singkong keju kemarin. Karena Alang anak soleh, ia tetap harus pamit pada bunda, walau tidak secara langsung. Maka ia SMS bundanya itu :

"Mah, Alang otewe skul, ya"

Ibunya membalas SMS Alang :

"Jangan SMS. BBM aja, Lang"

Maka Alang BBM si ibu :

"Mah, Alang otewe skul, ya"

Ibunya membalas BBM dari Alang :

Nitip dahar (makan), Lang. Endog (telur) we. Padang nya"

Maka Alang membalas BBM sang ibu :

"Oke. Love you, Mah <3 p="">

Si ibu? BBM Alang hanya di-read.

Alang sedih. Tapi tetap harus sekolah. Iapun keluar rumah, malangnya anak miskin ini. Ia nyalakan sepeda motornya untuk berangkat ke sekolah. Motornya HONDA. HONDA CB 250. Dapat maling di kedai kopi pinggir jalan.

Maka Alang pun melesat di jalanan dini hari yang sepi. Dengan kecepatan rata-rata 140 km/jam Alang mengemudikan motornya sambil berlinang air mata. Bukan karena BBM-nya yang hanya di-read oleh sang ibu. Tapi karena Alang tidak pakai helm. Coba bayangkan, dengan kecepatan rata-rata 140 km/jam, angin akan............ Oke.

Setelah kurang lebih tiga jam setengah Alang memacu motornya, yang artinya sudah sekitar jam 06.30 pagi, Alang masih belum menurunkan kecepatannya yang melesat seperti "ssssshhhaaaaaattttttt!!!!". Dalam deru angin berpacu Alang berseru dengan lantang,

"Sialan!! Sial! Sial!", dan kemudian meningkatkan kecepatan rata-rata motornya menjadi sekitar 141,5 km/jam.

Hmmm....

Setelah tujuh jam berkendara seperti setan kemasukan orang, yang mana artinya sudah jam 10.00 pagi. Yang artinya Alang sangat-sangat-sangat-sangat-sekali lagi dong-sangaatttttt terlambat sampai di sekolah.

BAGAIMANA TIDAK, KAWAN-KAWAN??!!

RUMAH ALANG DI SUKABUMI!!!

SEKOLAH ALANG DI SOLO!!!!!!!!!!

SOLO!!!! MEN!

Tidak! Alang bukan anak yang rajin, kawan-kawan!! Lihat bagaimana ia terlambat ke sekolah! Sungguh bukan contoh yang baik!

Maka apa selanjutnya?

Alang tidak masuk sekolah hari itu, karena tidak boleh masuk sekolah terlambat. Toleransi paling lambat adalah jam 09.55, apalagi jam 10.00!!!!

Akhirnya Alang pun memutuskan untuk nongkrong di luar sekolah, merasa capek setelah tujuh jam berkendara Sukabumi-Solo. Alang nongkrong hingga jam 16.00 sore. Setelah itu baru ia pulang lagi ke Sukabumi, dan baru sampai di rumah jam 23.00 malam.

Itu teralu melelahkan, kawan. Dia butuh tidur. Maka ia tidur selama tiga jam untuk kembali bangun jam 02.00 dan siap-siap untuk pergi ke sekolah. Untuk kemudian berkendara seperti sapi yang kemasukan rudal dan terbawa terbang selama tujuh jam ke sekolah. Untuk kemudian datang terlambat di sekolah. Untuk kemudian nongkrong di warung hingga sore. Untuk kemudian berkendara tujuh jam lagi ke Sukabumi.

Begitulah siklus tersebut berlangsung selama lima tahun ia di SMA di Solo, dua tahun tidak naik kelas.

Lalu untuk apa????????????

Untuk kemudian dia di-Drop Out dari sekolah karena nilainya nol semua.

Lalu, selanjutnya?

Pada tahun monyet, Alang wafat karena kecelakaan lalu lintas. Innalillahi. Dalam sebuah surat kabar tertulis sebagai headline news bahwa tim forensik menyatakan bahwa :

SEORANG PELAJAR MENINGGAL DUNIA KARENA KECELAKAAN. 
Kuat dugaan, karena mengemudi dengan kecepatan tinggi dalam keadaan mengantuk karena kurang tidur selama lima tahun.


.
.
.
.
.
.
.

Bodo amat!!!!

TAMAT.


*NB : cerita ini datang, ke benak saya, seketika saja, ketika saya disalip oleh anak sekolah ugal-ugalan yang ngeselin, beungeutnya ngeselin, ga enakeun liatnya.

WAKTU PPL

Duhai merpati
Aku rindu mereka
Kawan-kawanku
Yang lugu lagi ceria
Yang lucu lagi gila
Yang baik lagi setia
Yang dihujat orang lagi setia
Yang muda lagi berani
Yang jauh lagi dekat
Yang lagi jauh dan membuatku begitu merindu sendu lagi membiru

Tuhanku yang Maha Baik lagi Maha Pengasih Penyayang,
Izinkan aku injak cium Bandungku Sabtu ini

Thursday, 7 January 2016

SEBUAH CERITA SENJA

Pada zaman dulu. Dulu sekali sebelum masehi. Saking dulunya, aku sendiri bingung. Hiduplah seorang anak bersama ayahnya di atas sebuah bukit di belahan dunia bagian timur, timurnya barat. Anak tersebut bisa laki-laki, bisa juga perempuan. Maka bertanyalah anak itu kepada ayahnya dengan sedih, pertanyaan yang sama yang ada di benakku,

"Wahai, Ayah. Ke manakah ibuku?"

Dijawab oleh sang ayah, "Itu, ibu di dapur. Sedang memasak."

"Oh,"  jawab si anak itu.

Maka hiduplah mereka bertiga di atas bukit tersebut, bertiga. Harmoni cinta.

Sebut saja lima belas tahun telah berlalu. Anak itupun sudah tumbuh dewasa. Karena aku bingung membuat ceritanya, mari kita samakan persepsi. Anak itu bernama Angka. Perempuan atau laki-laki ya? Nama lengkapnya, Semangka. Seorang anak muda dengan tubuh bulat dan berwajah ceria, selalu tampak berseri-seri.

Di bukit yang hanya bertiga itu, Angka memiliki seorang sahabat erat yang bernama Ngurub Utnah, seekor burung hantu yang biasa dipanggil Engur. Mereka mulai menjadi sahabat sejak minggu yang lalu. Persahabatan mereka berjalan satu arah komunikasi sampai saat ini, dikarenakan Engur masih belum bisa menguasai bahasa manusia sama sekali. Angka selalu mengutarakan segala keluh kesahnya kepada Engur, dan Engur selalu setia mendengarkan. Kemanapun mereka pergi pasti selalu berdua, Engur selalu bertengger di bahu Angka.

Suatu siang yang cengdem, menceng tapi adem, keduanya sedang asyik bercengkrama di atas sebuah pohon di puncak bukit itu. Menikmati pemandangan ayah Angka yang sedang menikmati pemandangan indah di bawah bukit.

Angka : "Ngur, kamu tahu tidak ayahku sedang apa?"

Engur : 

Angka : "Ayah sedang tidak galau."

Engur :

Angka : "Sekarang, kamu tahu aku sedang apa?"

Engur :

Angka : "Aku yang sedang galau, Ngur. Benakku dipenuhi oleh banyak pertanyaan yang mengganjal."

Engur :

Angka : "Aku kasih kamu tahu deh, ya, aku sedang dipenuhi oleh pertanyaan yang semuanya sama, yaitu, "Apa itu cinta?""

Engur : *mengeluarkan kotoran dari bagian belakang tubuhnya

Angka : "Apa maksudmu, Ngur?"

Engur : *memutar kepalanya 180 derajat

Angka : "Hmmm..."

Engur : *mematuki tangkai tempatnya bertengger

Angka : "Aku menjadi sedikit bingung mendengar pendapatmu. Tapi, Ngur..."

Engur : *tuk..tuk..tuktuk......tuktuk..tuk

Angka : "Ah, kau benar juga. Mungkin aku hanya gila, melankolia teralu lama berselimut bersamaku."

Engur : *tiba-tiba saja mengepakkan sayapnya lalu terbang menjauh ke arah bawah bukit

Angka : "ENGUR!!!!!!!!!"

Engur : *terbang makin jauh

Angka : "NITIP TEH GELAAASSSSSSS!!!!!"

Engur : *manuver berputar 360 derajat

Angka : "DUAAAAAAAAAAAAAA, NGURR!!!!!!!!!!!!!!!!!!"


Sejak saat itu, Ngurub Utnah tak pernah kembali lagi ke sisi Semangka. Entah apa yang ada di pikiran Ngurub Utnah pada saat memutuskan untuk meninggalkan sahabat baiknya itu. Hanya satu hal yang bisa kuceritakan, terakhir dari cerita ini. Pada akhir senja itu, di bawah pohon, di atas tanah merahnya, dengan sepotong ranting Semangka menulis sebuah sajak :

[TENTANG CINTA]

[Cinta hanya sebuah tanda tanya
Dan akan tetap menjadi sebuah tanda tanya
Sungguh benar dikata kawanku Ngurub Utnah
"Usah kau bermenung, cinta adalah yang penting kamu bahagia, Semangka, dalam hati."
Maka pada ayah dan ibuku aku kembali.]


Malam itu, turun hujan yang lebat tiada dua. Menyebabkan erosi-erosi kecil di bukit tua.

Sajak curahan hati Semangka pun hilang sudah disapu hujan.

Semangka tertidur makin pulas setelah berkata, "Hujan. Ngeunah sare euy ieu mah."

Sebuah senyum lugu terlukis di antara dua pipinya yang bulat.

Sunday, 3 January 2016

BIAR MENJADI-JADI

Biarlah jika tidak menjadi tampan
Biarlah tidak menjadi kaya meraya
Biarlah hujan dan badai datang bersama

Asal tetap aku menjadi aku
Hingga hanya aku yang jadi menjadi-jadi.