Malam sebelum aku mendaki
Dini hari sebelum aku mendaki
Aku, entah
Mataku enggan terpejam
Malam sebelum aku mendaki
Aku begitu kosong dan kerdil
Tidak ada yang bisa kugambarkan
Tidak ada sebarispun eksplanasi dalam benak
Dini hari sebelum aku mendaki
Segumpal daging bernama lidah ini kelu kaku
Tak ada ucap pun suara bicara
Tak ada arah ke mana titik mata memandang
Malam sebelum aku mendaki
Dini hari sebelum aku mendaki
Entah apa
Penjuru mataku mengeluarkan air mata
Air dengan sirat kesedihan dan ketakutan
Tapi tak kutemui suratan airnya
Jauh sebelum aku mendaki
Kaki yang melangkah ke atas sana
Adalah sepasang kaki dari yang ingin
Menemui titik nutfah mikro manusia
Adalah sepasang kaki dari yang ingin
Menemui agungnya zat tak kasat bergelar Tuhan
Menemui karyanya atas bukti kehadiratNya
Memenuhi jalanku mengenal kekerdilan manusia
Malam sebelum aku mendaki
Dini hari sebelum aku mendaki
Terhitung empat tetes air mata ini
Kusembahkan untuk Tuhanku
Kusembahkan untuk Ayah, Ibu, dan Adikku serta keluargaku
Kusembahkan untuk Guru-guru dan seluruh sahabat-sahabatku
Kusembahkan untuk aku yang dulu masih kecil
Kemudian untuk tetesan-tetesan yang jatuh berikutnya
Kusembahkan untuk dosa-dosa yang kugunungkan di bahuku
Kusembahkan untuk sebuah negara bernama Indonesia
Kusembahkan untuk sebuah keluarga bernama Kridaya atas segala hutang budiku
Kusembahkan untuk ketakutan-ketakutan yang berbayang
Kusembahkan untuk kesedihan dan kepedihan orang-orang atasku yang juga bersedih
Kusembahkan untuk seorang wanita yang kucinta dengan nama Bulan
Kemudian untuk satu tetes terakhir, sebelum ia mengering...
Untuk tanah, yang melahirkanku
Dan untuk tanah, yang kemudian menerimaku kembali ke dalamnya
Dalam ketiadaan
Dalam kenangan yang mungkin usang
Maka berserahlah aku kepada jalanku.
Tuesday, 31 December 2013
Tuesday, 24 December 2013
TAK ADA TITIK PADA KEKOSONGAN
Adakah engkau punya kaki tak menapak
Karena aku punya kaki tapi bumi tak kurasa
Adakah engkau punya pikir tapi tak berisi
Karena aku berpikir tentang kosong yang kekosongan
Tak ada batas atas apa yang terjadi
Batas ruang dan waktu bias oleh penafian
Sehingga aku liar tak terpenjara musafir dunia
Tapi aku juga tidak hidup mengembara ke tak berbatas
Lalu di manakah aku sekarang
Karena inilah ruang hampa udara
Hampa ruang waktu dan aneka dimensi
Tapi sungguh waktu hanya tak terlihat
Dimensi nyata yang bias karena waktu sudah berputar
Penuh satu lingkaran tanpa memenuhi hak jasad
Sementara jiwa tidak hidup dan tidak mati
Tidak ada satu titik pun dalam kosong atau tiada
Maka adakah sinarmu membias padaku
Memberi sedikit api yang panas
Menarik nyawaku menyatu dengan jasad kembali
Karena kau mutlak air sebagai kehidupan
Seandainya tidak
Maka biarlah aku berbaring bersama mata tertutup
Memenuhi hak jasad
Membuang ketidakwarasan
Air Sang Rembulan.
-Ingin tidur
Karena aku punya kaki tapi bumi tak kurasa
Adakah engkau punya pikir tapi tak berisi
Karena aku berpikir tentang kosong yang kekosongan
Tak ada batas atas apa yang terjadi
Batas ruang dan waktu bias oleh penafian
Sehingga aku liar tak terpenjara musafir dunia
Tapi aku juga tidak hidup mengembara ke tak berbatas
Lalu di manakah aku sekarang
Karena inilah ruang hampa udara
Hampa ruang waktu dan aneka dimensi
Tapi sungguh waktu hanya tak terlihat
Dimensi nyata yang bias karena waktu sudah berputar
Penuh satu lingkaran tanpa memenuhi hak jasad
Sementara jiwa tidak hidup dan tidak mati
Tidak ada satu titik pun dalam kosong atau tiada
Maka adakah sinarmu membias padaku
Memberi sedikit api yang panas
Menarik nyawaku menyatu dengan jasad kembali
Karena kau mutlak air sebagai kehidupan
Seandainya tidak
Maka biarlah aku berbaring bersama mata tertutup
Memenuhi hak jasad
Membuang ketidakwarasan
Air Sang Rembulan.
-Ingin tidur
Subscribe to:
Comments (Atom)