Monday, 15 October 2012

Kembalilah, Ujang!

       Semakin hari, semakin ke sini, anak-anak Indonesia mulai memiliki nama-nama yang keren, yang trendy, yang gaul banget menurut orang-orang. Seringkali kita dengar beberapa nama seperti, Sebastian, Mike (Maik), Tommy, Andrew, ah sangat beragamlah nama-nama yang keren belakangan ini. Dandanannya pun semakin kece, teknologi tertempel di mana-mana menjadi brand image anak-anak sekarang. Gaol gela!!
       
       Tiba-tiba saja sebenarnya, muncul banyak pertanyaan di benak saya, oh, benak saya bertanya-tanya, kira-kira seperti inilah pertanyaannya yang di antaranya adalah :
  • Kemanakah perginya Kang Ujang?
  • Kemanakah perginya Mang Kosim?
  • Kemanakah perginya Pak Obang?
  • Kemanakah perginya Ceu Odah?
  • Kemanakah perginya Ceu Iwik?
  • Kemanakah perginya Bi Ucu?
       Ohoh, ya tentu, Anda pikir saya main-main ya? Bukan, Kawan. Orang-orang di atas adalah orang-orang pejuang kaumku, pelestari keturunan IBJSK. Tentu Anda tidak tahu. Saya beritahu, IBJSK adalah Indonesia Bagian Jawa Sunda Kelapa. Mereka telah menghilang, dipencil oleh kata terpinggirkan!

          Mereka berada di pinggiran zaman, Bung! Di sudut-sudut Pangalengan, di tepian Galuh Salakarya. Seiring dengan berondongan pertanyaan tersebut, kusertakan pula beberapa pertanyaan berikut :
  • Kemanakah perginya budaya punten di kota-kota kita?
  • Kemanakah perginya jaipongan dari hiburan penat kita?
  • Kemanakah perginya Pupuh Asmarandana?
  • Kemanakah perginya Pupuh Kinanti?
  • Kemanakah perginya Karatagan Pahlawan?
  • Kemanakah perginya Deungkleung Dengdek?
  • Kemanakah perginya Sakadang Kuya?
  • Kemanakah perginya budaya kita, Kawan?
          Wahai, Sebastian...
          Wahai, Mike alias Maik...
          Wahai, Tommy...
          Wahai, Andrew...
          Aku serius soal ini, maka jadilah kalian sebagai Kang Ujang, sebagai Mang Kosim, sebagai Pak Obang, sebagai Ceu Odah, sebagai Ceu Iwik, sebagai Bi Ucu. 

             Sebagai cinta bagi Sunda Kelapa!

Tuesday, 25 September 2012

Jelma Semar

Pernah kertas-kertas
Pada suatu masa dibasahi tinta-tinta
Prosa-prosa cerita cinta
Atau cerita hidup

Maka kubaca

Manusia kadang membatin dalam diri
Bertentang peperang
Melawan dualisme setan pikiran
Kubu mendua, genderang murka

Mengisah awang Baratayuddha
Dualisme kisah Mahabratha
Antara Pandawa dengan Kurawa
Tentu ada mati ada hidup

Tinta-tinta prosa mengisah
Akan eksistensi dualisme perang batin manusia
Hal semacam kecamuk meranggas jiwa
Retas pilu merundung pilih

Maka kubaca

Ada tiga sosok Panakawan
Tentang Gareng sang mata pandang lain sudut
Bangkang ngeyel tanya dasar Mas Bagong Panakawan
Koncoku Petruk, ringan hidup melawan kecam pedas kepedihan

Maka layanilah Mbah Kung Semar setinggi-tingginya
Semarkan dirimu sebagai bijak yang mengatur kemunculan Panakawan jiwamu
Melangkah jejak, memijak lewati Baratayuddha dualisme
Memadam api suluhan terundung pilih

Maka kubaca
Kemudian aku menjelma Semar

Thursday, 17 May 2012

JAMAN PASANTREN

     Pernahkah kamu dikejar-kejar anjing? Pernahkah kamu dikejar-kejar harimau lapar? Pernahkah kamu sekalian dikejar-kejar beruang kutub? Memangnya mungkin? Pernahkah kamu makan di warteg belum bayar? Sebenarnya juga tidak ada penting-pentingnya kutulis demikian pun. Tapi sebenarnya ada filosofi sederhana dari pertanyaan pertama itu. Seperti ada udang di balik batu. Sedang apa si udang? Sedang pacaran. Meureuuun.

     Masa lalu itu ya seperti anjing. Eh, bukan maksudnya menghina mantanmu, euy. Maksudnya, ibarat tiba-tiba saja kamu sedang berada di tengah padang pasir dan tak ada sesiapa. Tiba-tiba saja ada anjing herder besar begitu mengejar-ngejarmu sebab kamu menginjak ekornya. Mungkinkah kamu lolos? Mungkin saja, tapi kamunya mati. Begitulah masa lalu. Kita tidak akan bisa luput, kecuali kita mati. Atau lupa. Atau amnesia. Tapi pada dasarnya mah lupa itu kan bukan berarti hilang, cuma tidak tahu di mana. Begitulah kurang lebih.

     Dua paragraf di atas memang agak ngacapruk. Tau ngacapruk? Artinya adalah mencuci muka. Memang jadi tidak nyambung, kan saya ngibul. Hahaha. Maksud hati membuat tulisan yang melibatkan anjing tetangga ini adalah saya ingin bernostalgia mengenang masa-masa remaja, walaupun saya belum tua. Remaja lewat sedikit. Biar saya mulai pada saat pertama saya beger, sekitar umur 6 tahun. Haha, bohong lah! Baiklah, inilah secarik nostalgia masa remaja, di pesantren. Saya, beger, keren, dan kerempeng.

     Sekarang ini jam menunjukkan sekitar jam 01.25. Zaman remaja dulu, biasanya saya masih terjaga, bukan berarti meronda. Tapi masih bangun, begitu maksudnya. Soal waktu sebenarnya tidak teralu penting, sebab, sekarang pun saya masih jadi kalong (baca : kecebong). Sekitar jam-jam ini, biasanya teman begadang saya tinggal beberapa butir saja saat di kamar pesantren dulu. Kalau teman begadang, mungkin aku ini adalah butir teman terakhir buatnya malam itu. Dan malam-malam tiap orang lain begadang. Ya itu tadi, oleh sebab saya ini kalong (baca : kucing nakal).

     Adalah seorang teman yang bernama Redi Fauzi. Nama panjangnya Ular. Nama pendeknya...hmm, sebut saja Cacing. Redi ini adalah seorang teman sekaligus guru nyanyi saya waktu itu. Sayangnya, suara saya teralu indah buat Redi, dan suara Redi teralu indah buat saya. Jadi masing-masing sama-sama jelek di telinga masing-masing. Bukankah hidup itu adil?

     Suasana pondok di malam tengah, atau tengah malam, selalu sangat tenang. Selalu sangat damai. Selalu sangat tenteram. Sedingin apapun kaki gunungnya, betah adalah kosakata tunggal buat saya. Kecuali kalau sedang ingin kabur. Barulah saya memanjat tembok tinggi, masuk ke hutan, lalu hilang dalam gelap. Ciah.

     Di antara suara napas teman-teman yang lain yang sudah tertidur kami biasa bercakap. Ngelantur. Tertawa. Saya tonjok Redi, maksud bercanda. Dia tonjok saya dengan keras. Saya kasih dia biskuit kucing, barulah kita ngobrol lagi. Tahukah, kawan? Dia itu seorang pria kekar pekerja tambak udang yang keras, namun sarat akan cerita-cerita menarik yang sangat seru. Apapun yang ia ceritakan, maka aku duduk di sana, setia mendengarkan. Ia mulai bernyanyi, aku pergi. Khianat sekali aku ini, haha.

     Redi, atau Cacing, adalah seorang laki-laki misterius. Sangat. Tak seorangpun mengetahui kapan ia terlahir. Tanggal berapa. Tahun berapa. Kadang, berbicara dengannya seperti berbicara dengan bapak yang bijak (om-om). Ia punya bermacam-macam ilmu hidup yang bermanfaat. Sebentar, kita naik dua baris ke atas. Jika kau bertanya apa pentingnya tanggal lahir itu, maka jawabannya adalah : Itu merupakan hidup matimu, kawan. Redi adalah seorang eksekutor paling kejam yang pernah kutahu. Kau ketahuan tanggal lahirmu olehnya, berdoalah. Karena kamu akan dijagal oleh seorang pekerja tambak bertubuh kekar, disirami air-air hina, ditinggalkan di luar kamar tengah malam dengan aroma surga (baca : SYURga) masih semerbak. Aku adalah korban. Dan orang-orang lain di pondok yang satu angkatan dengannya, juga semua korban.

     Dipikir-pikir, kami semua dendam padanya. Ingin kami balas, tapi tak pernah tahu kapan ia muncul ke dunia dulunya. Pernah aku berkhayal, bersekongkol kami seangkatan untuk mengeroyoknya sekaligus biar senang kami membalas kerjaan eksekusinya. Tapi yang muncul di otakku malah adegan Bruce Lee dalam versi Cirebon. Seratus orang pun habis tak bersisa dihajarnya. Sudah mah kekar, jago silat pula. Alamakjang.

     Yasudahlah. Toh, dia itu teman yang asyik, seperti iklan rokok euy. Aku sendiri adalah teman yang setia. Yang suka diberi ilmu-ilmu hidup oleh si bos satu itu. Asalkan bukan ilmu tarik suara sih, oke oke saja. Sedikit saja nyanyi, enyah saya ke kamar lain. Itulah Redi. Itulah Ular, atau Cacing pendeknya. Sobat begadang saya yang edan ototnya. Licin otaknya. Sember suaranya, buta nada. Ahaha, maap, Red, bercanda, hehe.

     Kawan. Biarpun teman kita sudah tidak lagi hadir di hari-hari kita saat ini, jangan pernah kamu hapus dia dari data-data simpanan. Seperti apapun masanya, walau sedikit, ia telah memberi warna pada hidupmu. Suatu saat, kita butuh warna-warna yang asing untuk kita lihat kembali, dalam keadaan hangat. Dejavu, imajiner, berkhayal liar tentang masa-masa itu, tersenyum sendiri, ketawa sendiri. Jika mungkin nanti akan kau coba saranku ini, biar saya beritahu dulu, deh. Rasanya nikmat, masa lalu itu indah. Kamu gali saja, lalu ajak ngobrol. Lalu ajak bermain. Lalu bernostalgia. Lalu tidurlah dengan tentram.



Arif yang dipanggil Tonji

Kamis, 17 Mei 2012, 02.12
Malam-malam. Sambil begadang. 

Tuesday, 1 May 2012

i am BACK!!!

     Udeh bertaun-taun rupanya gue tinggalin blog usang ini, dari 2009 sampe 2012. Oke, gue tau gue ninggalin blog ini tanpa alasan yang jelas, ngegantung gitu aja, tanpa ada kepastian putusan dari gue. Selama tiga taun itu pula gue ga ngasih kabar apa-apa, dan tiba-tiba aja di tanggal tua bulan kemarin gue so' so'an ngepost dramatis gitu seolah gak terjadi apa-apa selama tiga tahun itu. Gue tau gue salah banget ninggalin gitu aja tanpa kepastian selama tiga taun berjalan. Gue juga tau dan sadar bahwa gue nulis paragraf ini tuh sungguh absurd, berlebihan dan sangat mendramatisir. Oke. Itu karena gue tau ada kamera tersembunyi di suatu tempat di kamar gue. SINETRON alami. ya kan?? ha?? YA KAAN??!!!

    Eniwei dedestaktak, informasi kecil, gue udah gak di fisika unpad lagi, gue sekarang di Universitas Pendidikan Indonesia, Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur. TAMAT.

    Nenek lo twitter!!! Baru mulai udah tamat. Sori ya, gue kangen ngegoblog, eh, maksudnya ngeblog gitu, heeeee. Terakhir gue buka blog gue ini, gue merasakan kesedihan yang amat sangat karena tidak terurus dan tampilannya cupu banget sumpah, norak. Gue langsung sedih nangis-nangis di bawah sprinkle kebakaran. Menyesali kesalahan tiga tahun menghilanganya diri gue ini. Tiba-tiba ada temen gue yang suka nyapuin kelas gitu kepeleset di lantai, kontan gue terbahak-bahak, terus udah ga sedih deh. Naon sih.

    Ngeliat keadaan blog yang naas gitu maka gue langsung gaul menggauli perkembangan dunia desain blog geto kan, dan segeralah gue menyusun ulang blog gue ini secara total, dari mulai judul diganti jadi markitonj sampe desain-desain template nya. Sebagai mahasiswa arsitektur yang merancang dengan enuh perencanaan, maka gue pun mendesain ulang blog ini dengan langkah-langkah sistematis perancangan dan perencanaan. Mulai dari basic malah. Pengertian blog, macam-macam blog, keperluan atau isi apa saja yang ada di dalam blog pada umumnya. Setelah itu gue mulai mendefinisikan siapa pengguna blog ini, pembacanya kira-kira siapa aja (yang secara tak sengaja ke-waste  waktunya buka blog gue (sial!)), apa aja kebutuhan networknya, siklus pengguna internet sehari-harinya di dalam blog, rutinitas penulis blog, dan pendahuluan lainnya.

    Setelah itu baru gue pikirin konsep dasar desain buat blog gue apa sih sebenernya, tema yang digunakannya, zoningnya, dimensi pembagian pagenya, mana area yang privat, semi publik, publik, servis, dan lain-lain. Pemilihan material untuk permukaan blog pun kagak sembarangan aja, bung, material yang digunakan mesti smart and sustainable. Oke, mungkin di tahap ini, smart and sustainable agak sulit dimengerti oleh beberapa orang yang gelap pikiran, terutama yang gelap kulitnya, suka minta rokok, dan tukang bacot, sori, maksudnya kepada oknum musuh publik. Jadi, smart itu artinya pinter. Sedangkan sustainable itu menurut kamus oxford halaman 456 berarti keterusan (adj.), bablas (v. gak sengaja). Sehingga memiliki arti keseluruhan pinter bablas, yang kalo lo liat di lalu lintas ini akan menjadi sebab berakhirnya idup manusia, ketika pinter bablas di lampu merah.

    Sebagai mahasiswa arsitektur yang baik dan benar (anjeeeeehhhh :)), proses perencanaan dan perancangan ini nggak lepas dari asistensi ke asisten dosen yang bersangkutan, kebetulan waktu itu asisten mata kuliah struktur lagi nganggur di tukang gorengan di deket kampus, jadi langsung aja gue nyosor gitu bawa-bawa hasil rancangan blog gue ini ke dia. Dan karena emang goblok aja gue ngaco-ngaco aisitensi desain blog (yang mana mungkin ada) ke asisten kuliah struktur bangunan, jadilah pas asistensi malah ngacobolohokatotolonyo.

    "Siang Pak, lagi nganggur ya? Boleh asis, Pak?" gue senyum-senyum genit menghampiri.

   "Nggak kok, saya lagi jajan gorengan. Anggur lagi mahal. Boleh, struktur bangunan?" asdos jawabnya ngehe gitu.

    Koplak. Dia ngelawak. "Maksud aing lagi nggak sibuk gitu , Pak. Hehe. Bukan Pak, soal lain."

    "Lah inwi swibwuk mwakwan swawya," jawabnya cuek, "Jadi kamu mau asis apa? Bawa-bawa ganjelan lemari gitu???"

    Kehed! Ngelawak lo ya, ha?! Gue udah mulai naik darah tuh, dari jantung naik ke kepala. Malah saking naik darahnya ampe ke rambut-rambut gitu, rambut gue jadi merah, berdiri-berdiri. Karena gamau dapet E ya gue jawab baik-baik, "Eee..semprul! Eh, maksud saya betulll Pak maaf kalau mengganggu. Ini leptop Pak, bukan ganjelan! Bapak ikut audisi orang lucu aja Pak," kata gue kesel dan gak nyambung.

    "Saya mau asistensi soal desain blog saya gitu Pak yang di internet," lanjut gue sewot.

    Si pelawak ga lucu yang kayak bitbokser gagap itu dengan hati-hati mengubah posisi duduknya biar nyaman, dia nungging. Berarti dia serius!!! Gorengannya dia tarok di nampan mamang gorengannya lagi, lalu berkata dengan bijak, "Kang, ngutang dulu yah," ke mamang gorengan. Anjis, lawak pisan. Dalem hati aing menjerit.

    Lalu dia pasang wajah serius gitu, masih nungging. Menatap gue dalam-dalam penuh makna tek terperi. Firasat gue nih asdos pasti penasaran dan excited banget soal desain blog gue yang udah gue bikin laporan desainnya dua hari dua malem. Gue pun merasa punya harapan blog gue jadi terkenal, terus kayak penulis-penulis jaman sekarang yang terkenal karena kefreakian (<--kosakata apaan nih) idupnya. Gue pun tersenyum tak sabar menanti jawaban dari si pelawak sten ap komedi yang cihui satu ini. Mulutnya berkata pelan tapi pasti...

    "Aing ga ngerti blog, Blog!"
 
    Ngik!!! Gue tercekat.

    "Satu lagi. E buat maneh karena ganggu makan aing."

    Tuhan, salah apa aku. Seketika lutut gue lemas. Gue terjatuh di atas lutut gue yang lemah ini, seakan tak percaya tapi hal ini terjadi. Butir-butir keringet gue bercampur ama air mata yang menetes perlahan ke atas pipi gue. Ingus dari idung sontak bocor kayak pintu aer sungai citarum dibuka di sebuah desa di ujung sana, lalu masuk ke dalem mulut gue. 
 
     Ketelen semua.


***


    Coy. Kalian boleh tau, kalo gue ini rada-rada hiperbola. Kalo ga ngerti hiperbola, hiper itu berlebihan, dan bola itu ganteng. Jadi yaaaa, ngerti kali yah lo kalo udah begitu mah. Selain itu, kalo udah nulis-nulis beginian suka keterusan -..-

      Karena gue hiperbol atau kelewat ganteng -ya kelewat, kayak kalo lo ketiduran di angkot gitu- dan keasyikan nulis-nulis ga guna, maka temen-temen yang baca (kalo ada aja deh, ga muluk-muluk) perlu tau nih, bahwaaa.........

       14 PARAGRAF DI ATAS TIGA BINTANG-BINTANGAN (***) SEBELUMNYA ITU CUMA FANTASI LIAR GUE AJA. Yahh, namanya juga kelewat ganteng sih, maklum. Lagipula kan biar sekalian ngangetin blog yang udah lama mati begini, lumayan, anget-anget tai meri. Gatau meri?? Meri itu sejenis entog yang sangat seksi bokongnya kalo lagi jalan. Dan....kalau lo masih ada yang gatau entog apa, lo pergi ke kandang soang terus kawin ama soang, besoknya bakal beranak entog.

    Enggak tau soang juga??? HELLOOOOOWWWW. Plis deh, soang itu buat nyiram-nyiram gitu, panjang.

    SELANG!
 
    Muka lo tuh kayak peranakan kucing, selang tiga.
    BELANG ITU!!!
 
    Buat jait baju, pake belang!! Ngaco.
    ITU BENANG!!! SAYANG.

    Kumsi we ah. Kumaha sia!! Hahahaha.







Temanmu selalu

markitonj - salam hari buruh

Sunday, 29 April 2012

Aku tak mendengar baik

Kotor
Padat
Tersumbat
Tuli

Aku tak mendengar baik.